Warga Ingin Jembatan Direnovasi, Bupati Lebak: Itu Pemborosan

Esti Utami Suara.Com
Rabu, 18 Maret 2015 | 09:53 WIB
Warga Ingin Jembatan Direnovasi, Bupati Lebak: Itu Pemborosan
Ilustrasi jembatan ambruk. (Antara)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Ambrolnya jembatan gantung di Sungai Ciberang mengingatkan adanya kelalaian dalam perawatannya. Sebagian kabel tembaga yang masih menggantung nampak berkarat disertai bantalan kayu lapuk dimakan waktu.

Suherman, perwakilan warga Desa Tambak mengatakan tidak ingin menyalahkan siapapun atas ambrolnya jembatan. Menurut dia, warga sudah berupaya merawat sarana penghubung dua desa dan dua kecamatan itu secara swadaya. Maklum, pemerintah daerah Kabupaten Lebak tidak pernah memprioritaskan dananya untuk pembangunan ataupun perawatan jembatan gantung dekat Desa Pajagan dan Desa Tambak itu.

"Di Tambak ada empat jembatan seperti ini dengan dua sudah direnovasi. Tapi yang di sini selalu tidak kebagian dana renovasi," kata Suherman saat ditemui di tepi Sungai Ciberang.

Menurut dia, Pemda tidak pernah memprioritaskan jembatan gantung Pajagan-Tambak itu karena kawasan itu akan menjadi daerah rendaman Waduk Karian.

Hal itu dibenarkan Bupati Lebak Iti Octavia Jayabaya yang mengatakan pembangunan jembatan penghubung Pajagan-Tambak hanya akan menjadi pemborosan anggaran karena dalam waktu dekat akan ditenggelamkan karena masuk dalam area pembebasan lahan untuk waduk. Iti mengatakan Kabupaten Lebak memiliki 960 unit jembatan gantung dengan 360 di antaranya rusak.

"Kalau nanti Waduk Karian dibangun, maka akan sia-sia kami alokasikan Rp4 miliar untuk jembatan ini. Sedangkan ada jembatan yang lebih parah daripada ini," kata Iti.

Iti mengaku mengalami dilema terkait jembatan yaitu kecilnya anggaran dari pemerintah pusat dan juga adanya rencana mega proyek Waduk Karian yang belum kunjung terealisasi meski dicanangkan pada 1985.

Suherman tak sependapat dengan pernyataan Bupati Lebak terkait dikesampingkannya renovasi jembatan di desanya itu karena jembatan masuk area rendaman waduk.

Dia sempat memprotes Iti secara langsung saat keduanya bertatap muka dalam rangkaian kunjungan Menteri Pendidikan Anies Baswedan, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Mochamad Basuki Hadimuljono dan sejumlah pemangku kepentingan. Perwakilan Desa Tambak itu termasuk orang yang pesimistis terhadap realisasi waduk karena sejak pertengahan 1980-an hingga kini mega proyek itu belum menunjukkan petanda sedikitpun dari pembangunan.

"Katanya pembangunan waduk itu lima sampai sepuluh tahun. Tapi sampai sekarang belum ada tanda-tanda pembangunannya. Saya tidak yakin dengan realisasi pembangunan waduk. Maka tolong jembatan ini segera direnovasi karena warga sangat membutuhkannya," kata dia.

Setidaknya dua orang itu memiliki keinginan yang sama yaitu didirikannya kembali jembatan yang menjadi tumpuan warga dua desa untuk melakukan aktivitas sehari-hari.

Suherman mengatakan di Desa Tambak terdapat sekitar 500 Kepala Keluarga (KK), sedangkan Desa Pajagan terdapat sekitar 300 KK. Sebagian besar tergantung oleh akses jembatan yang kini ambrol. Sedikit banyak, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) cukup membantu aktivitas warga untuk menyeberang sungai dengan bantuan perahu karetnya.

Kendati demikian, bukan berarti masyarakat tidak mendapati tantangan kala harus menyeberang Sungai Ciberang. Perahu karet memiliki kapasitas 12 orang sekali angkut. Artinya, warga menemui lebih banyak kesulitan jika dibandingkan masa sebelum jembatan ambrol. Jika memilih tidak menyeberang di dekat jembatan ambrol itu, warga harus menempuh jalan memutar sejauh tujuh kilometer.

Sementara bagi para pengendara sepeda motor tentu akan kesulitan menyeberang karena perahu karet tidak memiliki kemampuan menyeberangkan kendaraan bermotor yang beratnya lebih dari 100 kilogram itu. Kontur tanah juga tidak memungkinkan untuk memindahkan motor dari pinggir sungai ke perahu.

Hal itu merupakan dampak dari jembatan ambrol yang tidak diantisipasi pencegahannya. Suherman menekankan warga desa tidak mengeluh dengan musibah itu justru tetap optimistis dan mengambil hikmah dari ambrolnya jembatan.

"Kita ambil hikmahnya saja. Jembatan putus ini mengingatkan kita bahwa ada yang perlu dirawat dan jangan tunggu hingga ambruk serta memakan korban. Kami juga menunjukkan diri sebagai warga yang tidak pernah mengeluh meski tidak mendapat alokasi renovasi jembatan di masa dulu, kami memperbaikinya secara swadaya sampai jembatan ambruk kemarin," kata dia.

Suherman mengaku tidak meminta banyak hal tapi satu yaitu renovasi jembatan yang menjadi tumpuan warga dua desa ini. (Antara)

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI