Suara.com - Disty menunggangi seekor singa, itu hanya boneka. Boneka singa itu diangkat menggunakan bentangan bambu oleh 4 lelaki kurus. Disty tampak tersenyum berbusana merah. Dia juga mengenakan mahkota.
Disty yang baru berusia 7 tahun menjadi 'tuan putri' selama 1 hari sebab dia baru saja disunat. Dia diarak keliling kampung dengan diiringin musik dangdut.
Indramayu, tempat tinggal Disty memang mempunyai tradisi unik. Seorang anak perempuan akan disunat seperti selayaknya laki-laki. Doa-doa dipanjatkan agar kelak Disty menjadi perempuan baik dan berbakti kepada kedua orangtua dan agamanya, Islam. Sunat itu juga menandakan Disty seorang gadis yang harus dijaga.
LSM yang memerangi perekrutan pekerja seks, Yayasan Kusuma Bongas membuat sekolah gratis di Kecamatan Bongas. Sekolah itu juga banyak memberitahu soal bahaya perdagangan seks. Sebab kebanyakan orangtua yang menjual anak perempuannya untuk menjadi PSK karena alasan ekonomi.
Pendidikan menjadi masalah di sana. Banak anak putus sekolah setelah SD. Terlebih banyak gadis di usia 15 tahun menjadi pengangguran.
Kebanyakan yang belajar di sekolah gratis itu adalah gadis berusia 15 tahun atau sekira sekolah SMP atau SMA. Mereka diajarkan Bahasa Inggris sampai pelajaran agama. Namun yang terpenting sekolah ini memberikan 'doktrin' dasar, menjadi PSK adalah pekerjaan salah.
"Kami lebih suka menjadi sesuatu yang lebih mulia. Saya ingin menjadi polisi atau dokter," teriak salah satu siswi di sekolah itu.
Menikah atau AIDS
Dunia prostitusi bisa diputus dengan pernikahan. Salah satu pengurus Yayasan Kusuma Bongas, Syarifudin menjelaskan banyak perempuan yang akhirnya berhenti menjadi PSK karena dinikahi pria baik dan kaya.
Namun ada lagi yang memaksa berhenti menjadi PSK. Harus ada cerita kisah tragis dari menjadi PSK.
Kisah itu dialami Tarini, perempuan berusia 28 tahun. Dia menjadi PSK karena mendengar kisah sukses.
"Banyak sepupu saya bekerja sebagai pelacur dan aku melihat mereka berhasil. Ketika mereka kembali ke desa, mereka bersih dan berkulit putih. Itu tampak seperti sebuah pekerjaan yang baik," kata Tarini.
Tarini menjadi PSK di Batam saat berusia 13 tahun. Tarini dijual orangtuanya seharga Rp 2 juta, jumlah yang besar saat itu. Selama di Batam, Tarini melayani turis Singapura selama 2 pekan. 'Gaji'nya Rp 5 juta perbulan.
Tarini kaya mendadak dan membeli tanah di kampungnya untuk orangtua. Selama 8 tahun dia menjadi PSK dan sekarang sudah punya rumah besar.
Sekarag Tarini terinveksi AIDS. Sebab selama 8 tahun bergonta-ganti pasangan, dia tidak menggunakan kondom.
"Ketika saya berbicara tentang penyakit, mereka bilang Yah, itu risiko Anda," kenang Tarini.
Tarini pun menikah dan mempunyai anak. Dia berhenti menjadi PSK. Namun anaknya juga terkena AIDS.
"Seluruh tubuhnya penuh penyakit, di kulitnya ada jamur," kata Tarini.
Mengetahui dirinya terkena AIDS, suami Tarini pergi. Dia menjual rumah besarnya untuk membayar biaya pengobatan anak laki-lakinya, Putra Kirana. Dia jatuh dalam kemiskinan.
Tarini pun kembali menjadi PSK. Sebab bukan hanya anaknya yang harus diobati, dia juga harus diobati karena digerogoti virus mematikan AIDS.
"Saya berdoa. Saya meminta Tuhan untuk membawa saya, bukan anak saya," kata Tarini. Akhirnya Putra pun meninggal.
Saat ini Tarini sudah menikah lagi. Akhir tahun lalu dia punya anak, dan anak perempuannya bebas dari HIV. (The Age)