Kejaksaan Agung Tidak Bisa Sita Aset IM2

Doddy Rosadi Suara.Com
Rabu, 18 Maret 2015 | 05:31 WIB
Kejaksaan Agung Tidak Bisa Sita Aset IM2
IM2
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Ahli hukum dari Universitas Pelita Harapan, Dr Jamin Ginting menyatakan, Kejaksaan Agung tidak bisa serta merta melakukan sita aset PT Indosat Mega Media (IM2) dalam perkara kerja sama penyelenggaraan 3G antara PT Indosat dan IM2 di frekuensi 2.1 GHz. Alasannya, saat ini terdapat dua putusan kasasi yang bertolak belakang.

"Apabila institusinya saja tidak sah untuk menghitung kerugian Negara tentu hasilnya tidak memiliki kekuatan hukum. Jadi bila perlu dilakukan perhitungan ulang terhadap dugaan kerugian negara," kata Jamin dalam surat elektronik yang diterima suara.com, Selasa (17/3/2014).

Saat ini ada dua putusan kasasi yang saling bertentangan di kasus IM2. Pertama, Putusan Mahkamah Agung Nomor 282K/PID.SUS/2014 tertanggal 10 Juli 2014 yang memutuskan Indar dijatuhi hukuman pidana selama delapan tahun, disertai denda sebesar Rp300 juta dan kewajiban uang pengganti sebesar Rp1,358 triliun yang dibebankan kepada IM2.

Di sisi lain, terdapat putusan kasasi Mahkamah Agung lain dengan Nomor 263 K/TUN/2014 tertanggal 21 Juli 2014 yang isinya menolak kasasi yang diajukan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan atas putusan Pengadilan Tata Usaha Negara perkara IM2 yang menyatakan laporan BPKP tidak boleh digunakan.

Hal ini sejalan dengan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara 28 Januari 2014 yang sebelumnya juga telah menguatkan keputusan PTUN yang telah memutus tidak sah dan menggugurkan keputusan BPKP bahwa ada kerugian negara Rp 1,3 triliun. Dengan putusan itu, putusan MA telah mempunyai kekuatan hukum tetap.

Alat bukti yang digunakan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi dalam semua tingkatan sebagai dasar perhitungan unsur kerugian negara tidak memiliki kekuatan hukum lagi dan tidak dapat digunakan.

Kejaksaan Agung, menurut Jamin, juga tidak dapat berpegang hanya pada potensi merugikan negara. Prinsip kerugian negara adalah yang telah terjadi sehingga bukan untuk perkiraan ke depan. Institusi yang berhak melakukan perhitungan kerugian negara dalam kasus ini adalah BPK. "Hal ini bisa menjadi bagian dari materi Pengajuan Kembali (PK)," jelasnya.

REKOMENDASI

TERKINI