Suara.com - Pemerintah tengah menggodok rancangan Instruksi Presiden tentang pemberantasan korupsi dengan menekankan aspek pencegahan. Namun, sejumlah pengamat berpendapat sebaliknya, Inpres tersebut justru akan memperlemah Komisi Pemberantasan Korupsi karena aspek penindakan kasus korupsi dikurangi.
Kendati begitu, mantan penasehat KPK Abdullah Hehamahua menilai Inpres tidak mengikat pada KPK dalam memberangus korupsi. Sebab, katanya, KPK merupakan lembaga negara yang independen.
"KPK bukan lembaga pemerintah, bukan di bawah Presiden. KPK itu adalah lembaga independen," kata Hehamahua dalam diskusi bertajuk Prospek Penengakan Hukum dan Pemberantasan Korupsi di Brewerkz Restaurant lantai Lower Ground, Crystal Lagoon, Senayan Citi Mall, Jalan Asia Afrika Lot 19, Senayan, Jakarta Selatan, Minggu (15/3/2015).
Menurutnya Inpres pemberantasan korupsi lebih tepat ditujukan kepada lembaga negara dan kementerian.
"Hal itu lebih bagus diarahkan ke lembaga-lembaga dan kementerian," katanya.
Dosen Tindak Pidana Pencucian Uang Universitas Trisakti, Yenti Ganarsih, tidak tidak setuju bila Inpres dibuat lebih mengutamakan aspek pencegahan korupsi. Menurutnya, berdasarkan United Nations Convention Against Corruption sentral pemberantasan korupsi tetap pada penindakan.
"Tidak bisa mengutamakan pencegahan, penindakan harus menjadi sentral," kata Yenti.
Dia berpendapat pencegahan tetap harus dilakukan, tetapi aspek penindakan harus lebih dominan karena di Indonesia kasus korupsi sudah merajalela.
"Pencegahan penting, tapi kalau melihat kondisi negara ini porsi penindakan harus lebih besar," katanya.