Mantan Ketua MK Komentari Rencana Pemberian Remisi untuk Koruptor

Jum'at, 13 Maret 2015 | 23:59 WIB
Mantan Ketua MK Komentari Rencana Pemberian Remisi untuk Koruptor
Ketua KPU Husni Kamil Manik (kiri) dan Jimly Asshiddiqie. (Antara/Wahyu Putro)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Assidiqie menyetujui rencana Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly terkait pemberian remisi terhadap terpidana kasus korupsi alias koruptor. Namun, menurutnya pemberian tersebut tidak boleh diskriminatif dan harus bersifat proporsional. Dia pun menegaskan bahwa pemberian remisi terhadap koruptor tidak boleh diobral layaknya terpidana umum.

"Remisi bisa saja diberikan, tetapi jangan diobral dan harus proporsional," kata Jimly di Gedung KPK Jalan Rasuna Said, Jakarta Selatan, Jumat (13/3/2015) malam.

Pernyataan tersebut dilatarbelakangi oleh fakta saat ini dimana penuhnya lembaga pemasyarakatan, lantaran diisi oleh banyak narapidana. Selain itu dia juga menyarankan agar pola pikir masyarakat yang selama ini cenderung berpihak pada aksi balas dendam agar sedikit demi sedikit diubah.

"Saat ini kalau kita lihat penjara sudah penuh, namun memang susahnya pola pikir masyarakat yang selalu mengatakan koruptor harus dipenjara seberatnya," Jimly menambahkan.

Berbeda dengan pendapat Ketua Dewan Penyelenggaraan Pemilu (DKPP) Busyro Muqodas, yang beberapa bulan lagi habis masa baktinya menilai bahwa pemberian remisi terhadap koruptor adalah langkah mundur dari tujuan pemerintah saat ini. Pasalnya, dalam programnya, pemerintah yang sangat menggembar-gemborkan pemberantasan korupsi ternyata malah berbalik memberikan keistimewaan kepada para koruptor.

"Maka aneh jika pemerintah komitmen brantas korupsi, tetapi permisif dalam mengobral remisi untuk koruptor sebagai penjahat besar. Agar menjadi kebijakan yang sistemik dalam memberi efek jera terhadap koruptor, pemerintah hendaknya berjiwa besar dan berhati-hati," kata Busyro yang Mantan Ketua KPK tersebut.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI