Suara.com - Dirman lahap menyantap menu andalannya, gulai kikil. Dia biasa menyantap gulai kikil di restoran masakan Padang di kawasan Jakarta Timur. Menurut dia, gulai kikil di sana yang terenak.
Isu kikil berformalin akhir-akhir ini tidak menyulutkan niat pria paruh baya yang berprofesi sebagai sopir truk itu untuk menyantap gulai kikil. "Belum lengkap kalau nggak makan kikil," cerita Dirman.
Kikil, menurut Dirman, mempunyai rasa khas. Tidak terlalu keras untuk gigi orang tua seperti dia. Terlebih bumbu gulainya yang tidak terlalu pedas, cocok di perutnya. "Habis ini 2 porsi nasi, tapi kikilnya 1 aja. Mahal soalnya," ceritanya.
Salah satu pelayan restoran padang itu mengatakan banyak peminat kikil. Pamor gulai kikil di rumah makan Padang hampir sama seperti rendang atau juga ayam pop.
Banyaknya penikmat kikil itu juga yang membuat Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) Roy Alexander Sparringa marah saat mendengar ditemukan kikil olahan berformalin di Jakarta Barat, Rabu (11/3/2015). Bahkan dia menyebut, aksi itu sebagai kejahatan yang luar biasa.
"Ini kejahatan luar biasa, dan ini harus dihentikan. Coba berapa banyak yang suka kikil?" kata Roy saat berbincang dengan suara.com di Kantor BPOM Pusat di Salemba Jakarta, Kamis (12/3/2015).
Kikil berformalin itu ditemukan di 6 industri pengolahan kikil di kawasan Semanan, Kalideres. Kepolisian Jakarta Barat menggrebek keenam industri itu. Polisi pun menyita belasan kilogram kikil berformalin, 6 tong air redaman yang isinya formalin dan timbangan di Komplek Kopti Semanan.
Sebulan omset masing-masing industri formalin itu bisa sampai Rp 70 juta. Keenam industri pengolahan kikil itu menyalurkan kikilnya ke seluruh Tangerang dan Jakarta bagian barat.
Penggrebekan ini berdasarkan laporan dari BPOM. Kepala BPOM Roy mengatakan kikil itu diperiksa. Hasilnya mengandung formalin, pemutih, dan borak.
Menurut Roy, kasus kikil berformalin ini tergolong baru. Sebelumnya BPOM banyak menemukan formalin ada di makanan bakso dan mie basah.