Gedung pencakar langit Ibu Kota terus bertambah. Infrastruktur publik juga terus tumbuh. Katanya, itu pertanda ekonomi kota baik.
Tapi kenyataannya tidaklah demikian, khususnya bagi sebagian 'wong cilik' atau warga berekonomi lemah. Mereka semakin terpinggirkan.
Itu tercermin dari kehidupan Swarti (45) atau Emak Wati. Emak Wati dan keluarga hidup dalam kondisi yang memprihatinkan, bahkan bisa dikatakan membahayakan nyawa sendiri.
Janda tiga anak ini tinggal bersama keluarga kecilnya di bawah gardu listrik milik PT Perusahaan Listrik Negara, tepatnya di samping Stasiun Juanda, Gambir, Jakarta Pusat.
Gubuk Emak Wati yang berukuran sekitar 3 x 5 meter persegi terbuat dari kayu. Posisinya menempel pada gardu listrik di pinggir Jalan Juanda.
Tak hanya untuk tempat tinggal, dari gubuk itu pula ia menafkahi keluarga. Ia membuka warung kecil-kecilan, seperti bensin eceran, gorengan, dan minuman jus.
Di samping gardu terdapat ruang kecil dengan lebar hanya setengah meter berbentuk lorong ke belakang. Lorong yang berbatas tembok dinding dimanfaatkan sebagai dapur sekaligus tempat mandi.
Jangan bayangkan di sini ada toilet, bila ingin buang air, Emak Wati dan anak-anak harus menumpang di WC umum kantor Pos Polisi stasiun.
Emak Wati mengaku sudah 23 tahun tinggal di dekat rumah strum. Ia turut menjadi saksi pembangunan Stasiun Juanda, salah satu stasiun tersibuk di Ibu Kota.
"Saya tinggal di sini sejak tahun 1992, sejak pondasi Stasiun Juanda ini bangun," kata Emak Wati kepada suara.com, Kamis (12/3/2015).
Warga asal Purwodadi, Jawa Tengah ini, mengaku tak tinggal di dekat gardu listrik bertegangan tinggi. Baginya tak ada pilihan lagi. Cuma ini satu-satunya tempat berteduh.
Ia bersyukur, walau hidup amat sederhana, dari penghasilan jualan, bisa membiayai sekolah anak.
Emak Wati makin bersyukur karena walau pun berdekatan dengan aliran listrik bertegangan tinggi, ia tidak pernah sakit. Ia juga tidak pernah kena strum.
"Selama di sini saya tidak pernah sakit," ujar perempuan yang mengenakan kerudung ini.
Petugas PLN sudah tahu tempat tinggal Emak Wati. Sebab, secara berkala petugas datang untuk mengecek gardu. Petugas juga tidak pernah mengganggunya, malah Emak Wati diberi nomor telepon agar segera lapor bila melihat ada masalah di gardu.
"Orang PLN kadang datang ke sini untuk mengontrol atau perbaikan gardu. Petugasnya memberikan nomor telepon untuk dihubungi bila terjadi apa-apa," katanya.
Tapi kenyataannya tidaklah demikian, khususnya bagi sebagian 'wong cilik' atau warga berekonomi lemah. Mereka semakin terpinggirkan.
Itu tercermin dari kehidupan Swarti (45) atau Emak Wati. Emak Wati dan keluarga hidup dalam kondisi yang memprihatinkan, bahkan bisa dikatakan membahayakan nyawa sendiri.
Janda tiga anak ini tinggal bersama keluarga kecilnya di bawah gardu listrik milik PT Perusahaan Listrik Negara, tepatnya di samping Stasiun Juanda, Gambir, Jakarta Pusat.
Gubuk Emak Wati yang berukuran sekitar 3 x 5 meter persegi terbuat dari kayu. Posisinya menempel pada gardu listrik di pinggir Jalan Juanda.
Tak hanya untuk tempat tinggal, dari gubuk itu pula ia menafkahi keluarga. Ia membuka warung kecil-kecilan, seperti bensin eceran, gorengan, dan minuman jus.
Di samping gardu terdapat ruang kecil dengan lebar hanya setengah meter berbentuk lorong ke belakang. Lorong yang berbatas tembok dinding dimanfaatkan sebagai dapur sekaligus tempat mandi.
Jangan bayangkan di sini ada toilet, bila ingin buang air, Emak Wati dan anak-anak harus menumpang di WC umum kantor Pos Polisi stasiun.
Emak Wati mengaku sudah 23 tahun tinggal di dekat rumah strum. Ia turut menjadi saksi pembangunan Stasiun Juanda, salah satu stasiun tersibuk di Ibu Kota.
"Saya tinggal di sini sejak tahun 1992, sejak pondasi Stasiun Juanda ini bangun," kata Emak Wati kepada suara.com, Kamis (12/3/2015).
Warga asal Purwodadi, Jawa Tengah ini, mengaku tak tinggal di dekat gardu listrik bertegangan tinggi. Baginya tak ada pilihan lagi. Cuma ini satu-satunya tempat berteduh.
Ia bersyukur, walau hidup amat sederhana, dari penghasilan jualan, bisa membiayai sekolah anak.
Emak Wati makin bersyukur karena walau pun berdekatan dengan aliran listrik bertegangan tinggi, ia tidak pernah sakit. Ia juga tidak pernah kena strum.
"Selama di sini saya tidak pernah sakit," ujar perempuan yang mengenakan kerudung ini.
Petugas PLN sudah tahu tempat tinggal Emak Wati. Sebab, secara berkala petugas datang untuk mengecek gardu. Petugas juga tidak pernah mengganggunya, malah Emak Wati diberi nomor telepon agar segera lapor bila melihat ada masalah di gardu.
"Orang PLN kadang datang ke sini untuk mengontrol atau perbaikan gardu. Petugasnya memberikan nomor telepon untuk dihubungi bila terjadi apa-apa," katanya.
Ikuti cerita selanjutnya tentang Emak Wati