Suara.com - Pasukan pemberontak Ukraina tidak hanya terdiri dari kaum adam saja. Di antara mereka, banyak pula perempuan-perempuan tangguh yang turut mengangkat senjata.
Yana Manuilova salah satunya. Dia adalah satu dari sekian banyak perempuan dari kawasan Donetsk, Ukraina yang ikut gerakan pemberontak.
Dengan pakaian loreng khas tentara, Yana tampak sangar dan tegas. Apalagi, jika ditambah dengan senjata, mungkin lelaki paling beranipun akan berpikir dua kali untuk mengganggunya.
Namun, khusus untuk merayakan Hari Perempuan Internasional, yang jatuh pada tanggal 8 Maret, Yana memilih tampil beda. Tak lagi ia gunakan seragam loreng yang membuatnya terlihat seram. Sebaliknya, Yana dan sembilan tentara pemberontak perempuan lainnya mengenakan gaun malam yang menonjolkan sisi lain mereka sebagai perempuan.
Sepuluh pemberontak perempuan itu ikut ambil bagian dalam acara kontes kecantikan yang digelar di Donetsk.
"Bahkan dalam seragam militer saya tidak melupakan bahwa saya adalah seorang perempuan. Selain itu, rekan-rekan saya kerap mengingatkan saya akan jati diri saya," kata perempuan berusia 35 tahun itu sambil bergurau.
Yana dan sembilan perempuan lainnya dengan luwesnya berlenggak-lenggok di lobi sebuah hotel di Donetsk yang disulap menjadi catwalk dadakan. Bak peragawati sungguhan, mereka berjalan tanpa canggung.
Aksi mereka disambut tempik sorak mereka yang hadir, termasuk para petinggi pemberontak. Banyak di antara para penonton yang mengenakan seragam militer. Namun, mereka diminta untuk meninggalkan senjata mereka di luar hotel.
Acara Sabtu malam itu tak ubahnya kontes kecantikan sungguhan di belahan dunia manapun. Bedanya, mereka yang masuk dan keluar harus melewati pemeriksaan ketat petugas.
Para kontestan juga berpose di depan kamera, menunjukkan kemampuan menyanyi, menari, atau membaca sajak. Ada pula permainan cerdas cermat.
Namun, suasana glamor tak berlangsung lama. Para kontestan segera menanggalkan gaun malam mereka dan kembali mengenakan pakaian loreng.
"Sayangnya, para bintang kita malam ini merasa lebih nyaman dengan seragam ketimbang dengan gaun dan sepatu berhak tinggi," kata Denis Pushilin, kepala gerakan pemberontak yang menamakan dirinya Republik Rakyat Donetsk.
Yana Manuilova, sebelum terjun ke medan perang, adalah seorang pengacara. Ia bergabung dengan gerakan pemberontak sejak awal konflik bersenjata pecah dengan militer Ukraina pada tahun 2013 silam.
"Amat berbeda rasanya menjadi tentara. Anda kehilangan segala kenyamanan, Anda tidak dapat beristirahat atau mandi... namun saya merasa bertanggungjawab membela tanah saya, seperti orang tua dan kakek-nenek saya," ujar Yana.
Selain Yana, ada pula Irina, perempuan yang berprofesi sebagai guru taman kanak-kanak sebelum jadi pemberontak. Ia bergabung dengan Republik Rakyat Donetsk sejak bulan Mei 2014, hanya beberapa saat setelah muncul gerakan pemberontak pro-Rusia melawan pemerintah Ukraina.
"Baik laki-laki maupun perempuan memiliki tugas yang sama di batalion," kata perempuan berusia 23 tahun itu.
"Jika perdamaian akhirnya tercipta, saya akan bersama anak-anak saya. Saya akan mencoba menjadi ibu yang baik. Anak laki-laki saya amat bangga pada saya, sementara yang perempuan masih terlalu muda untuk mengerti," tutupnya. (News.com.au)
BERITA MENARIK LAINNYA:
Ini yang Membuat Ludwig Yakin Tak Menikahi Jessica
Perlakuan Keji di Lokasi Jatuhnya MH17 Terekam Kamera
7 Foto Meme Kocak #SaveHajiLulung
Buktikan Payudara Asli, Duo Serigala Rela Diremas
Ini Surat Terakhir Kayla Mueller Sebelum Tewas di Markas ISIS