Aksi mereka disambut tempik sorak mereka yang hadir, termasuk para petinggi pemberontak. Banyak di antara para penonton yang mengenakan seragam militer. Namun, mereka diminta untuk meninggalkan senjata mereka di luar hotel.
Acara Sabtu malam itu tak ubahnya kontes kecantikan sungguhan di belahan dunia manapun. Bedanya, mereka yang masuk dan keluar harus melewati pemeriksaan ketat petugas.
Para kontestan juga berpose di depan kamera, menunjukkan kemampuan menyanyi, menari, atau membaca sajak. Ada pula permainan cerdas cermat.
Namun, suasana glamor tak berlangsung lama. Para kontestan segera menanggalkan gaun malam mereka dan kembali mengenakan pakaian loreng.
"Sayangnya, para bintang kita malam ini merasa lebih nyaman dengan seragam ketimbang dengan gaun dan sepatu berhak tinggi," kata Denis Pushilin, kepala gerakan pemberontak yang menamakan dirinya Republik Rakyat Donetsk.
Yana Manuilova, sebelum terjun ke medan perang, adalah seorang pengacara. Ia bergabung dengan gerakan pemberontak sejak awal konflik bersenjata pecah dengan militer Ukraina pada tahun 2013 silam.
"Amat berbeda rasanya menjadi tentara. Anda kehilangan segala kenyamanan, Anda tidak dapat beristirahat atau mandi... namun saya merasa bertanggungjawab membela tanah saya, seperti orang tua dan kakek-nenek saya," ujar Yana.
Selain Yana, ada pula Irina, perempuan yang berprofesi sebagai guru taman kanak-kanak sebelum jadi pemberontak. Ia bergabung dengan Republik Rakyat Donetsk sejak bulan Mei 2014, hanya beberapa saat setelah muncul gerakan pemberontak pro-Rusia melawan pemerintah Ukraina.
"Baik laki-laki maupun perempuan memiliki tugas yang sama di batalion," kata perempuan berusia 23 tahun itu.