Suara.com - Anggota Dewan Pembina Partai Demokrat Achmad Mubarok mendukung wacana yang digulirkan Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengenai anggaran Rp1 triliun dari APBN untuk diberikan kepada setiap partai politik.
"Wajar saja. Pantas saja itu. Karena partai sudah menjadi sistem," kata Mubarok kepada suara.com, Senin (9/3/2015).
Guru Besar Bidang Psikologi Islam di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta ini menilai bantuan negara tersebut dapat mengurangi pikiran para pengurus partai maupun politisi untuk korupsi.
"Sebab, partai kalau tidak uang, bagaimana? karena partai kan ada biaya politik," kata Mubarok.
Menurut Mubarok setelah yang terpenting setelah wacana itu terealisasi ialah partai benar-benar dapat mempertanggungjawabkan penggunaan anggaran tersebut untuk pembangunan demokrasi. Selain itu, juga ada sistem pengawasan penggunaan bantuan.
"Harus dibuat sistemnya. Jadi uang itu betul-betul digunakan untuk menunjang sistem demokrasi karena partai kan perangkat demokrasi," kata Mubarok.
Mengenai nilai uang sebesar Rp1 triliun, menurut Mubarok, jumlah itu masih dalam batas yang wajar. Bagi Mubarok, soal berapa jumlahnya tidak jadi masalah, yang terpenting adalah penggunaannya benar.
Bantuan negara tersebut, kata Mubarok, bisa juga digunakan, misalnya untuk membangun kantor partai, meningkatkan fasilitas, mencetak produk-produk yang diperlukan untuk kegiatan politik, atau membangun rumah aspirasi di daerah.
Sebelumnya, Mendagri Tjahjo Kumolo menggulirkan wacana pembiayaan untuk partai politik Rp1 triliun yang bersumber dari APBN untuk meningkatkan transparansi dan demokrasi. Tjahjo berharap wacana itu mendapat dukungan dari DPR dan elemen masyarakat prodemokrasi.
"Hal ini perlu karena partai politik merupakan sarana rekrutmen kepemimpinan nasional dalam negara demokratis. Namun, persyaratan kontrol terhadap partai harus ketat dan transparan," katanya.
Menurut Tjahjo, partai politik memerlukan dana untuk melakukan persiapan dan melaksanakan pemilu serta melakukan pendidikan kaderisasi dan program operasional.
Tjahjo mengatakan pengawasan ketat terhadap penggunaan APBN untuk partai politik juga harus diikuti dengan sanksi keras bila ada yang melakukan pelanggaran, termasuk pembubaran partai politik.
"BPK harus mengawasi dan mengendalikan penggunaan anggaran. Lembaga pengawasan lain dan partisipasi aktif dari masyarakat juga harus terlibat," ujarnya.