Ke Puncak Lewat Jalur Alternatif, Siapkan Rp30.000 untuk Pungli

Ardi Mandiri Suara.Com
Sabtu, 07 Maret 2015 | 19:09 WIB
Ke Puncak Lewat Jalur Alternatif, Siapkan Rp30.000 untuk Pungli
Ratusan kendaraan di jalur Puncak (antara)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Praktek pungutan liar (pungli) yang dilakukan oleh sejumlah warga di jalur alternatif Gadog menuju Puncak, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, telah meresahkan para pengendara yang hendak menghindari kemacetan di jalan Raya Puncak.

Bima Firmansyah (28), warga Tajur, harus mengeluarkan uang Rp30.000 untuk membayar ke sejumlah warga yang melakukan pungutan liar di sepanjang jalan jalur alternatif Gadog yang melewati Desa Pandan Sari, Jalan Sungai Cibalok, Sabtu (7/3/2015).

Antara yang ikut serta bersama Bima dalam mobil yang dikendarai, memperhatikan ada lebih dari 30 titik yang dijaga oleh warga yang melakukan pungutan liar terhadap kendaraan-kendaraan yang menggunakan jalur alternatif itu.

Bagi para pengendara, menggunakan jalur alternatif menjadi pilihan untuk menghindari panjangnya antrean kendaraan di Jalan Tol Jagorawi menuju gerbang Tol Gadog.

Warga sudah mulai berdiri di sisi kiri jalan menuju jalur alternatif. Bima saat itu sudah menyiapkan uang recehan Rp1.000 hingga Rp2.000-an senilai Rp20.000.

Tidak jauh dari belokan pertama masuk jalur alternatif yang berjarak sekitar 5 meter sudah ada sekolompok warga yang kembali meminta pungutan kepada pengendara.

"Kalau tidak dikasih biasanya mobil kita dibarit (gores) oleh mereka," kata Bima.

Tidak jauh dari titik kedua, kembali ada sekelompok warga yang berdiri di pinggir jalan sambil mengulurkan tangan meminta kepada pengendara.

Untuk yang ketiga kalinya Bima memberikan uang pecahan Rp1.000 kepada sekelompok warga tersebut.

Pemandangan serupa terus terjadi selama melintas di jalur alternatif menuju Jalan Raya Puncak. Hampir di setiap belokan ada warga yang melakukan pungutan liar serupa.

Bahkan ada yang membangun portal di jalan alternatif menuju jalur Puncak itu.

"Kalau tidak dikasih mereka tutup portal, kita tidak boleh lewat," kata Bima lagi.

Tidak jauh dari Jalan Raya Puncak, ada dua tikungan yang harus dilewati, karena kehabisan uang receh Bima memberikan Rp5.000 untuk dua titik pungutan yang dilakukan warga.

"Mau tidak mau dari pada mobil kita dibarit, terpaksa ikhlas ngasih," katanya.

Bima mengaku resah dengan praktik pungutan liar yang dilakukan warga di jalur alternatif menuju Jalan Raya Puncak itu.

Hanya untuk melintasi jalan sepanjang kurang lebih 5 Km dalam waktu sekitar 30 menit, ia harus merogoh kocek membayar warga yang menghadang di pinggir jalan, Menurut Bima lebih lanjut, meski mobil yang dikendarainya bernomor polisi F (Bogor), dan ia juga warga Bogor tetap dimintai uang oleh warga.

Jika warga luar yang menggunakan jalur alternatif tanpa pesiapan uang recehan akan lebih dipersulit lagi dan harus mengeluarkan uang lebih banyak hanya untuk membayar pungutan liar yang dilakukan warga.

"Ke mana pergi kepala desa, RT, RW, dan kepolisian. Kenapa pemerintah daerah membiarkan begitu saja," kata Bima tegas.

Ia mengatakan pula, jika hampir setiap akhir pekan diberlakukan one way di Jalan Raya Puncak selama dua sampai tiga jam. Dan jika yang melintas lebih 20 mobil, bisa dibayangkan pendapatan yang diperoleh warga lewat pungutan liar tersebut.

"Itu warga ada yang main peersoerangan, ada juga yang berkelompok, satu kelompok bisa tiga sampai empat orang," kata Bima. (Antara)

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI