Suara.com - Guberur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dinilai salah lantaran mengirimkan draf RAPBD Jakarta 2015 ke Kemendagri yang tidak sesuai kesepakatan dengan DPRD DKI Jakarta.
Hal itu dikatakan pengamat ekonomi dan kebijakan publik Ichsanudin Noord dalam diskusi yang digelar di Cikini, Jakarta, Sabtu (7/3/2015). Dia menilai langkah Ahok bukan malah menyelesaikan anggaran melainkan menimbulkan polemik.
"Kalau saya jadi Ahok saya tidak akan melanjutkannya ke Kemendagri. Saya akan bahas bersama dengan DPRD terlebih dahulu," ujar Ichsanudin.
Ahok juga dinilai gagal, lantaran tidak dapat membangun komunikasi politik yang baik dengan DPRD Jakarta.
"Seharusnya Ahok duduk bareng bersama DPRD dan SKPD bahas secara tuntas. Nah cara ini bisa disebut sebagai sebuah cara mendayagunakan wewenang secara efektif," jelas dia.
Menurut Ichsanudin, ketimbang berkonflik terus dengan DPRD, Ahok disarankan melakukan audit untuk mendeteksi siapa yang mengusulkan dana siluman itu yang selama ini digembor-gemborkan oleh Ahok.
"Audit saja secara manajemen. Siapa sesungguhnya yang melakukan ini? Apakah SKPD atau karena ada titipan dewan? Atau kerjasama DPRD dengan SKPD? Auditlah melalui BPK," terangnya.
"Yang jadi pertanyaan, kenapa Ahok mengambil keputusan sendiri dengan mengajukan yang belum disetujui. Ini kan menabrak UU seperti kata Haji Lulung, ya memang begitu," tambah Ichsanudin lagi.
Kisruh antara Ahok dan DPRD dipicu oleh temuan dugaan dana siluman di APBD 2015 dengan total Rp12,1 triliun. Ahok telah temuan di APBD 2015 dan temuan di APBD tahun 2014 ke Komisi Pemberantasan Korupsi.
Untuk diketahui, kekisruhan itu muncul karena Ahok menuding adanya dana siluman dalam draf APBD Jakarta 2015.
Ahok tak mengajukan draf yang telah disahkan DPRD ke Kementerian Dalam Negeri, tapi mengirimkan draf rancangan APBD versi pemerintah dengan sistem e-budgeting ke kementerian yang berujung hak angket dari DPRD Jakarta.