Suara.com - Dua terpidana mati kasus penyelundupan heroin seberat 8,2 kilogram Myuran Sukumaran dan Andrew Chan telah dipindahkan dari Lapas Kerobokan, Denpasar, menuju Pulau Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah, hari Rabu (4/3/2015). Keduanya akan dieksekusi mati oleh sejumlah terpidana mati lainnya.
Jaksa Agung HM Prasetyo enggan memberikan informasi terkait kapan pelaksanaan hukuman mati tersebut. Ia pun membantah kabar yang mengatakan bahwa hukuman mati dilaksanakan tiga hari setelah para terpidana mati masuk ruang isolasi Lapas Nusakambangan.
Para terpidana mati akan dihabisi oleh regu tembak. Satu terpidana mati akan dieksekusi oleh satu regu tembak yang beranggotakan tiga belas petugas.
Eksekusi mati dengan regu tembak juga dilakukan di beberapa negara di dunia. Ada beberapa hal yang mungkin belum Anda ketahui tentang eksekusi mati dengan regu tembak. Berikut adalah lima diantaranya.
1. Sejak kapan eksekusi mati dengan cara ini dilakukan?
Awalnya, eksekusi mati dilakukan hanya di kalangan militer dan di masa perang. Pada sekitar tahun 288 Sebelum Masehi (SM), sebelum ada senjata api, tentara Romawi memanfaatkan panah atau tombak. Beberapa abad sebelumnya, atau sekitar tahun 869 SM, bangsa Viking juga menggunakan metode serupa.
Di masa lalu, eksekusi mati dengan regu tembak diberikan oleh pengadilan militer bagi para desertir, mata-mata musuh, pembunuh, pemberontak, dan pengkhianat. Para penembak adalah rekan-rekan si terpidana dalam kesatuan militer. Si terpidana akan berdiri bertatap muka dengan deretan penembak sebagai simbol bahwa solidaritas berada di atas segala-galanya dalam sebuah kesatuan militer.
2. Peluru apa yang digunakan para penembak?
Sebuah regu tembak biasanya terdiri atas empat orang atau lebih. Namun, tidak semua senapan diisi dengan peluru berproyektil. Sebaliknya, beberapa penembak dibekali dengan senapan berisi peluru hampa alias peluru yang berisi mesiu namun tidak memiliki proyektil. Peluru hampa hanya menimbulkan suara ledakan, namun tidak melontarkan proyektil ke arah target.
Uniknya, tidak seorang penembak pun yang diberitahu apakah senapan mereka berisi peluru hampa atau peluru berproyektil. Hal ini dilakukan agar semua penembak merasa berbagi beban tanggung jawab yang sama atas eksekusi mati yang mereka lakukan. Sehingga, tidak ada satu anggota yang merasa lebih bertanggung jawab dibandingkan dengan anggota lainnya atas kematian si terpidana. Maka, tidak ada seorang penembak pun yang tahu apakah moncong senapan mereka melontarkan proyektil yang menewaskan si terpidana mati.