Suara.com - Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengatakan berbagai tekanan seperti dari Peserikatan Bangsa-Bangsa, Brasil, dan Australia tidak akan memengaruhi proses eksekusi hukuman mati terpidana kasus narkoba.
"Mau seribu Sekjen PBB, mau seribu Tony Abott atau seribu Perdana Menteri Brasil, jalan terus," kata Menteri Tjahjo seusai membuka Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) RKPD DIY Tahun 2016 di Yogyakarta, Senin (2/3/2015).
Tjahjo mengatakan, eksekusi harus tetap dilakukan, selain menyangkut kedaulatan politik, pada dasarnya Indonesia memang sudah mengalami darurat narkoba yang diakibatkan pemasokan narkoba secara masif oleh para pengedar dari negara lain.
"Rata-rata 46 orang meninggal dunia akibat menggunakan narkoba," kata dia.
Dia menambahkan saat ini jadwal pelaksanaan eksekusi hukuman mati terpidana narkoba saat ini sudah ada di Kejaksaan Agung (Kejagung).
"Indonesia harus memiliki ketegasan karena ini menyangkut generasi kita," kata dia.
Kejagung berencana mengeksekusi 11 terpidana mati tahap kedua, yakni delapan kasus narkotika dan tiga kasus pembunuhan.
Ke-11 terpidana mati itu adalah Syofial alias Iyen bin Azwar (WNI) kasus pembunuhan berencana, Mary Jane Fiesta Veloso (WN Filipina) kasus narkotika, Myuran Sukumaran alias Mark (WN Australia) kasus narkotika, Harun bin Ajis (WNI) kasus pembunuhan berencana, Sargawi alias Ali bin Sanusi (WNI) kasus pembunuhan berencana, Serge Areski Atlaoui (WN Prancis) kasus narkotika.
Selain itu, Martin Anderson alias Belo (WN Ghana) kasus narkotika, Zainal Abidin (WNI) kasus narkotika, Raheem Agbaje Salami (WN Cordova) kasus narkotika, Rodrigo Gularte (WN Brasil) kasus narkotika dan Andrew Chan (WN Australia) kasus Narkotika. (Antara)