Suara.com - Siti duduk mengenakan kaos merah jambu di sebuah rumah berlantai dua. Sambil menghisap rokok, dia bergurau sembari tertawa dengan seorang pria dan dua perempuan lainnya di sana.
Siti adalah seorang calon pekerja rumah tangga yang menunggu panggilan kerja. Bukan hanya Siti yang menunggu panggilan kerja, ada 16 teman lainnya yang juga menunggu. Mereka adalah PRT dari sebuah yayasan penyalur PRT di Jalan Utan Panjang Bari di Galur Jakarta Pusat.
Kawasan Galur dan sebagian di Kemayoran banyak terdapat jasa penyalur pekerja rumah tangga dan baby sitter. Tidak sulit mencari jasa penyalur PRT di sana. Sepanjang Jalan Utan Panjang berjejer jasa penyalur PRT. Hampir semua mengatasnamakan yayasan. Di sana memang terkenal sebagai kumpulan pusat penyalur PRT sejak akhir 1990-an.
Salah satu warga setempat, Wiryono mengungkapkan kawasan Jakarta Pusat seperti Galur, Senen, Matraman dan Cempaka Putih menjadi tujuan pendatang. Di sana, pendatang dari luar daerah memulai mencari pekerjaan.
"Di sini dekat Stasiun Senen, dekat ke pusat Jakarta, Monas, yah berkumpul di sini," ujar Wiryono di kawasan Galur Jakarta Pusat akhir pekan lalu.
Awal tahun 2000-an, pendatang semakin banyak dan lapangan pekerjaan semakin sempit di Jakarta. Saat itu menjadi pekerja rumah tangga (PRT) menjadi salah satu pilihan. Alasannya karena tidak memerlukan keahlian khusus, ijazah atau pendidikan tinggi.
"Mereka datang, mau ke mana? Akhirnya ketemu yayasan pembantu ini. Yah ikut kerja dia jadi pembantu rumah tangga aja bertahun-tahun," kata Wiryono.
Susi merupakan salah satu pendatang dan menjadi pembantu rumah tangga selama enam tahun. Janda tiga anak itu malang melintang bekerja di berbagai kawasan di Jakarta.
Susi datang ke Jakarta tahun 2007 bersama suaminya. Namun setahun kemudian suaminya meninggal dunia. Susi terpaksa menjadi PRT untuk menghidupi tiga anaknya.
Honor PRT Dibagi
Susi telah dua tahun bekerja di sebuah rumah di Kemayoran, Jakarta Pusat. Jam kerja Susi mulai pukul 07.00 WIB hingga 15.00 WIB. Tugasnya memasak, mencuci, dan membersihkan rumah. Dalam sebulan, dia hanya membawa uang Rp 400 ribu.
"Saya dapat gaji Rp 500 ribu. Sebulan kasih ke mami (pemilik yayasan PRT) Rp 100 ribu. Yah karena emang perjanjiannya begitu," kata Susi.
Majikan Susi adalah seorang pekerja kantoran. Kadang dia harus menjaga dua anak majikannya yang sudah beranjak remaja.
"Kadang saya sampai malam saja gitu," kata dia.
Susi merupakan salah satu potret PRT dari yayasan di kawasan Galur. Banyak temannya yang harus kerja ekstra untuk mendapatkan uang lebih. Caranya dengan menjadi PRT dadakan atau part time pada malam hari.
"Yang penting saya nggak mencuri dari manjikan kalau kayak begini. Gaji kecil," klaim dia.
Seorang perempuan bernama Mirna bukan nama sebenarnya menceritakan soal bisnis penyalur PRT yang telah dijalaninya selama 14 tahun terakhir di kawasan Galur.
"Saya ini lebih enak disebut makelar aja kali yah," kata Mirna dengan berbisik.
Suara.com menemui Mirna di kantor penyalur PRT miliknya di sekitar Jalan Utan Panjang Bari di Galur Jakarta Pusat. Mirna mengatakan tidak ada aturan khuaua saat calon majikan mencari PRT.
Caranya hanya dengan membayar fee atau biaya administrasi awal Rp 800 ribu, itu pun bisa ditawar jika calon majikan keberatan. Dia bisa mendapatkan uang Rp600 ribu setiap kali menyalurkan satu PRT. Uang itu dibagi dua dengan sponsor atau pihak yang membawa calon PRT dari daerah.
"Kalau kayak Susi ini, dia kan memang tinggal di sini. Jadi nggak usah bagi dua. Fee Rp600 ribu itu bisa saya ambil. Kebanyakan kayak gitu. Orang-orang sini aja," kata Mirna seraya menyeruput kopi.
Dalam sebulan, Mirna hanya bisa menyalurkan puluhan PRT.
"Paling 20-an saja. Itu juga di lingkungan Jakarta, paling jauh di Bekasi," kata dia.
Dia mendapat setoran uang Rp50 ribu hingga Rp100 ribu perbulan dari PRT yang telah disalurkan. Menurut Mirna hal itu adil karena dirinya sudah membantu PRT untuk mendapat pekerjaan.
Bagaimana kalau ada masalah sama majikan?
"Yah itu kan urusan masing-masing. Biasanya nggak ada. Kalau ada, sudah bisa dibereskan. Paling soal gaji nggak dibayar," kata dia.
Yayasan Penyalur PRT milik Susi berkantor di rumah petak berlantai dua. Dia tidak banyak menampung calon PRT yang akan disalurkan karena tidak memiliki ruangan yang besar.
"Kalau mau tinggal, ya silakan. Tapi nggak dikasih makan. Makan sendiri, tapi harus bantu-bantu kalau memang ada kerjaan rumah. Kayak bersih-bersih," lanjut dia.
Yayasan Penyalur PRT Bertebaran di 'Jantung' Ibu Kota
Pebriansyah Ariefana Suara.Com
Senin, 02 Maret 2015 | 16:17 WIB
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News
BERITA TERKAIT
Periode Kedua Puan Maharani, Film Mengejar Mbak Puan Masih Relevan
19 Oktober 2024 | 17:40 WIB WIBREKOMENDASI
TERKINI