Suara.com - Tim hak angket DPRD DKI Jakarta rupanya tak mau kalah dengan sikap Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang terlebih dahulu melaporkan dugaan adanya dana siluman sebesar Rp12,1triliun di APBD ke KPK.
Tim yang berisikan 33 anggota DPRD itu menjadwalkan akan melaporkan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta kepada KPK dan ke Bareskrim Mabes Polri pada Senin 9 Maret 2015 mendatang.
"Senin kita akan ke KPK, dan ke Bareskrim. Ada beberapa laporan yang kita laporkan, pertama tentang pemalsuan dokumen, yang kedua tentang penyuapan. Penyuapan terhadap lembaga DPRD Provinsi DKI Jakarta sebanyak 12,7 triliun," kata Ongen di ruang fraksi Partai Hanura, lantai 5 gedung DPRD DKI Jakarta, Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Senin (2/3/2015).
Ketika ditanya pihak yang akan dilaporkan ke lembaga korupsi maupun ke Bareskrim, ketua DPRD dari fraksi Hanura itu masih belum mau memberitahukan kepada wartawan.
"Oknumnya akan kita sampaikan di KPK dan Kabareskrim. Rp12,7 triliun itu isinya adalah tanah, kemudian alat berat, kemudian alat kesehatan yang disiapin terhadap lembaga ini," jelas Ongen.
Bukti-bukti yang dibawa, kata Ongen, berupa bukti dokumen palsu, kemudian laporan pencemaran nama baik.
"Dia mengatakan lembaga (ini) rampok, maling segala macem, ada tiga macam yang kami bawa ke Bareskrim dan dua kita bawa ke KPK," kata Ongen.
Dia menilai, oknum Pemerintah Jakarta telah mencoba melakukan penyuapan kepada lembaga yang dipimpin oleh Prasetyo Edi Mursadi itu.
Ongen juga mengatakan, sebelum melaporkan ke dua lembaga itu, terlebih dahulu akan mendatangi Kementerian Dalam Negri untuk menanyakan draf yang telah dikirimkan Ahok pada esok Selasa (3/3/2015).
Nantinya, kata Ongen, DPRD DKI akan melaporkan terkait RAPBD tahun 2015, termasuk dengan pemalsuan dokumen.
Kisruh dana siluman dalam APBD tersebut kini bergulir ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), menyusul langkah Ahok melaporkan sejumlah mata anggaran APBD Jakarta 2014. Ahok menuding ada dana siluman yang dimainkan oleh anggota DPRD Jakarta.
Sementara, DPRD menuding Ahok melanggar hukum karena mengajukan APBD langsung ke Kemendagri tanpa dibahas lewat DPRD..
Salah satu pos anggaran yang dicurigai Ahok adalah pembelian uninterruptible power supply (UPS) atau alat untuk penyimpan daya yang nilainya mencapai Rp6 miliar setiap sekolah. Ternyata, pengelola sekolah mengatakan tidak pernah mengajukan anggaran itu.