Suara.com - Konflik yang terjadi antara Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dengan DPRD DKI Jakarta kini telah memasuki babak baru. Hal itu terlihat setelah sembilan fraksi yang berada di DPRD sepakat untuk melakukan hak angket terkait APBD DKI 2015.
Dua pihak yang berseberangan itu saling melemparkan bola panas. Awal mulanya konflik itu muncul setelah Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta mengajukan draf APBD ke Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Terkait pengajuan itu, Ahok dinilai DPRD telah melanggar kesepakatan kedua belah pihak, pasalnya draf yang dikirimkan Ahok ke Menteri Tjahjo Kumolo bukanlah draf APBD yang telah disetujui bersama dalam paripurna DPRD.
Ketika dikonfirmasi soal hal itu, Ahok mengakui bahwa dirinya memang tidak mengirimkan draf APBD yang telah disepakati tersebut. Pasalnya, mantan Bupati Belitung Timur itu menilai, ada dana "siluman" sebesar Rp12,1 triliun yang tiba-tiba muncul di draf tersebut.
Bagaimana awal mulanya konflik yang terjadi antara eksekutif dengan legislatif itu? Berikut kronologis lengkapnya.
27 Januari 2015
Pada 27 Januari 2015, DPRD menggelar sidang paripurna bersama dengan Pemprov DKI Jakarta. Dalam sidang itu, ketua DPRD DKI Jakarta Prasetyo Edi Mursadi telah mengetuk palu dan memutuskan APBD DKI sebesar Rp73,08 triliun. Jumlah tersebut meningkat 0,24 persen dibandingkan APBD 2014 lalu.
Menanggapi hal itu, Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta M. Taufik mengatakan anggaran yang diajukan itu berkurang dari yang diajukan KUA-PPAS oleh Ahok melalui surat Nomor 2525/-1.173 tanggal 13 November 2014. Nilai besaran RAPBD 2015 yang semula diajukan Ahok mencapai lebih dari Rp76 triliun.
"Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD Provinsi DKI Jakarta Tahun Anggaran 2015 sebagaimana diusulkan oleh pihak eksekutif, total anggaran yang diusulkan Rp 73,08 triliun atau meningkat 0,24 persen dibanding dengan Perubahan APBD 2014 sebesar Rp 72,9 triliun," kata Taufik di Ruang Sidang Paripurna DPRD DKI, Jl Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Selasa (27/1/2015).
2 Februari 2015
Enam hari setelah paripurna, tepatnya tanggal 2 Februari 2015 Pemerintah DKI pun mengajukan draf APBD 2015 ke Kemendagri.
Empat hari setelah mengirimkan draf APBD, pada tanggal 6 Februari 2015 draf APBD yang telah dikirimkan pun dikembalikan ke Pemerintah DKI dengan alasan tidak lengkap.
Kemendagri sendiri sudah menerima berkas APBD 2015 Pemprov DKI pada 5 Februari, di mana dokumen itu sudah dilengkapi surat persetujuan bersama dari DPRD DKI. Namun, masalah datang dari adanya berkas lampiran yang tak sesuai aturan.
"Lampiran 1A-nya yakni ringkasan APBD-nya tidak ada, belanja tidak langsung Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (PPKD) tidak ada dan format serta struktur APBD tidak sesuai dengan PP No 58 tahun 2005 dan Permendagri No 13 tahun 2006," kata Dirjen Daerah Kemendagri Reydonnyzar Moenoek, Minggu (9/2/2015).
Menurutnya, format yang diajukan Pemprov dengan sistem e-budgeting tidak memerlukan tanda tangan dewan di setiap lembarnya.
9 Februari 2015
Ahok mengakui draf APBD yang telah dikirimkan ke Kemendagri dipulangkan lagi ke Pemprov DKI. Pasalnya, menurut Ahok, ada pihak DPRD yang juga telah mengajukan draf APBD DKI versi mereka ke Menteri Tjahjo.
"Sebenarnya gini, ini nggak ada bukti sih jadi DPRD kirim surat ke Kemendagri mengatakan yang dikirim ke situ harus minta izin mereka. Padahal prosedur yang betul adalah setelah Mendagri mengoreksi, baru kita kembalikan bahas dengan Banggar," ujar Ahok di Balai Kota, Senin (9/2/2015) lalu.
"Kalau menurut kami, DPRD ini terlalu cepat bikin surat kepada Mendagri. Nah, Mendagri mengatakan kami belum minta izin dia (DPRD). Begitu ketok palu kan kita langsung serahkan Kemendagri, nanti Mendagri koreksi baru kita kembali ke DPRD untuk bahas bersama Banggar, panitia anggaran. Baru sama-sama kirim lagi," tegas Ahok.
11 Februari 2015
Setelah menyadari ada pihak DPRD mengajukan draf ke Kemendagri, Ahok pun geram.
Terlebih, kata Ahok, anggaran yang diajukan DPRD ke Memteri Tjahjo tidak menggunakan sistem e-budgeting. Ahok berkeyakinan jika format APBD 2015 yang diajukan menggunakan e-budgeting tidak akan ada yang bisa diotak-atik. Ia beranggapan jika hal itu diubah-ubah maka akan ada program DKI yang berantakan.
Namun, sebelumnya DPRD menganggap APBD yang diajukan DKI ke Kemendagri tidak sah, karena tidak ada paraf Ketua DPRD selaku Ketua Badan Anggaran (Banggar).
"Makanya itu yang saya bilang, kalau kami bisa berantem dengan DPRD (berantem deh). Kalian masih ingat enggak, waktu tahun 2012, saya minta potongan (anggaran) dan saya pangkas, tiba-tiba sudah masuk ke Mendagri (APBD) dalam bentuk bukan versi saya, makanya sekarang saya paksa pakai e-budgeting," ujar Ahok di Balai Kota DKI Jakarta, Rabu (11/2/2015).
Ahok juga mengatakan, setelah DPRD DKI menilai APBD yang diajukan Ahok ke Kemendagri tidak sah, DPRD DKI kembali menyerahkan APBD versi mereka, tanpa menggunakan sistem e-budgeting yang selama ini digembar-gemborkan oleh Ahok.
Menanggapi hal itu, Ahok mengaku telah melakukan komunikasi kepada Mendagri Tjahjo Kumolo. Ia juga berharap agar menteri Tjahjo tidak menerima APBD versi DPRD. Menurut Ahok, melalui penggunaan e-budgeting, dokumen APBD yang diajukan ke Kemendagri tidak perlu paraf Ketua DPRD DKI. Setelah mendapat evaluasi Kemendagri, baru ditandatangani antar eksekutif dengan legislatif.
"Sekarang enggak boleh pakai paraf lagi, karena sudah pakai lock dan pakai password. Supaya tidak ada lagi orang si A, si B merubah-rubah anggaran. Ini DPRD gila nih," kata Ahok.
13 Februari 2015
Mendengar sikap Ahok yang selalu menuding DPRD DKI Jakarta, ketua DPRD Prasetyo pun angkat bicara dan meluapkan kekesalanya lantaran tersinggung dengan perkataannya.
"Saya ingin mengklarifikasi pernyataan Gubernur di sini, bahwa saya bukan oknum. Saya sebagai pimpinan lembaga di sini sebagai ketua DPRD melihat rancangan 2015 yang bukan kita bahas dan sepakati yang ternyata dikirim ke sana, ke Kemendagri," ujar Prasetyo ketika dalam konferensi pers di Gedung DPRD DKI, Jalan Kebon Sirih, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (13/2/2015).
Sebelumnya, dikatakan Prasetyo, Ahok telah menuding ada oknum di DPRD yang sengaja mengirimkan surat ke Kemendagri meminta draft APBD ditolak karena tak mendapat legalitas dari DPRD.
"Kami disini juga akan mengklarifiasi, kita akan langsung sebut nama orangnya saja lah. Saya mengimbau keepada Gubernur bahwa harus pakai etika lah kalau bicara. Karena sudah banyak sekali permasalahan di Jakarta ini yang situasinya hanya menyalahkan orang saja," ujar Prasetyo kesal.
Prasetyo juga mengaku merasa tertipu dengan dengan apa yang dilakukan eksekutif terkait APBD 2015.
"Saya sebagai Ketua DPRD merasa ditipu, apa yang dilaksanakan oleh eksekutif mengenai APBD 2015. Karena pada saat saya ketok palu APBD 2015 tanggal 27 Januari sebesar Rp 73,8 triliun. Jadi masalah buat saya, karena saya harus bertanggung jawab kepada 106 anggota DPRD, di mana pembahasan per komisi kok enggak ada, dan anggaran dikirim gelondongan saja ke Mendagri tanpa sepengetahuan DPRD," kata Prasetyo sambil meluapkan kekesalannya
14 Februari 2015
Karena perselisihan belum juga menemukan titik temu, Ahok mengaku telah melaporkan permasalahan itu kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi).
"Saya sudah lapor pak Joko Widodo. Pak Joko Widodo tau persis persoalan ini," ujar Ahok di Hotel Sun City, Jakarta, Sabtu (14/2/2015).
Di situ Ahok menanggapi pernyataan Prasetyo yang menuding pengajuan draf APBD 2015 Pemerintah DKI ke Mendagri bukanlah hasil dari persetujuan di rapat paripurna 27 Januari 2015 lalu.
Menanggapi hal itu, Ahok pun membantahnya.
"Mereka, siapa yang ngga sesuai paripurna? Paripurnanya yang ngga kasih kita apapun, itu yang saya minta dari mereka," kata mantan Bupati Belitung Timur itu.
Ia juga mengaku tak percaya dengan hasil paripurna penetapan APBD tahun 2015. Ahok mengaku, DPRD DKI tidak pernah mengeluarkan hasil paripurna tersebut.
"Paripurna kok ngga di print out keluar dulu. Dia bilang gapapa gampang, berarti kalu gampang mau pake cara 2 tahun yang lalu dong bohongin kita," tutup Ahok kesal.
17 Februari 2015
Pada tanggal 17 Februari ada isu bahwa Ahok akan dijegal dengan hak interpelasi oleh DPRD. Namun, Ahok juga tidak peduli dengan ancaman interpelasi hingga impeachment atau pemakzulan yang akan dilakukan DPRD.
"Kalau saya punya hak interpelasi, saya yang akan interpelasi DPRD sebenarnya. Supaya bisa lebih jelas," ujar Ahok di Bali Kota DKI Jakarta, Selasa (17/2/2015).
"Saya bilang kalau hak interplasi lebih bagus kan. Kalau hak interpelasi kan hak tanya, saya bisa jawab. Kalau dia nggak berani hak interpelasi gimana saya mau jawab," kata Ahok.
"Jadi saya yang harus interplasi mereka dong, sayang nggak ada UU yang atur," ujarnya.
23 Februari 2015
Setelah Mendagri Tjahjo Kumolo mengirimkan tim untuk membantu menyelaraskan APBD 2015, Pemprov telah memperbaiki serta melengkapi dokumen untuk dikembalikan ke Kemendagri. Menurut Sekretaris Daerah Saefullah, pihaknya hanya terkendala masalah teknis.
"Ada 4 hal yang sudah kita perbaiki yakni nomor rekeningnya (dinas kurang lengkap sudah kita lengkapi, lampiran KUA (Kebijakan Umum Anggaran) dan PPAS (Plafon Prioritas Anggaran Sementara) sudah kita lampirin, lalu juga rekomendasi hibah sudah kita sampaikan. Jadi hari ini kita sudah lengkap dan sudah kita berikan," kata Saefulah, di Balai Kota, Senin (23/2/2015).
24 Februari 2015
Ahok membeberkan cara DPRD menyelipkan 'dana siluman' dalam APBD 2015 sebesar Rp 12,1 triliun. Menurutnya, anggaran itu muncul setelah sidang paripurna pada 27 Januari lalu.
"Sebelum paripurna itu mereka nggak masukin apapun. Makanya saya heran kan masa paripurna nggak ada berkas yang di-print out keluar. Mereka bilang gampang-gampang. Waktu dalam rapat ada nggak ketua menyerahkan berkas? Nggak ada," ujar Ahok di Balai Kota, Jakarta Pusat, Selasa (24/2) malam.
"Kalau mereka anggap itu haknya dia, sejak kapan DPRD ngisi nyusun APBD. Dia yang ketik loh anggaran di-crop 10-15 persen. Kita ada bukti semua. Supaya masuk dananya dia yang Rp 12,1 triliun," lanjutnya.
DPRD memotong sejumlah anggaran dari program unggulan Pemprov sebesar 10-15 persen untuk dialihkan ke yang lainnya, seperti pembelian perangkat uninterruptible power supply (UPS) untuk kantor kelurahan dan kecamatan di Jakarta Barat. Tentu saja ini membuat Ahok gemas bukan main.
Ia bahkan sempat mengancam akan melaporkan DPRD kepada pihak kepolisian maupun ke para penegak hukum.
Terkait hak angket, Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetyo menerangkan sejauh ini sudah ada 90 persen anggota dewan yang menandatangani hak angket.
"Sudah 90 persen anggota DPRD menandatangani hak angket," ujar Prasetyo di Balai Kota DKI Jakarta, Selasa (24/2/2015).
90 persen tandatangan untuk mengajukan hak angket setara dengan 95 orang anggota dewan yang telah setuju dari total politikus yang berada di Kebon Sirih sebanyak 106 orang.
"Jadi gini loh maksud gue setiap bertindak si Gubernur ini harus ada etikanya bos. Dia (Ahok) itu bukan birokrat, dia itu di sini kan tugas politik ya hormati kita lah DPRD yang punya hak budgeting," ujar Prasetyo.
25 Februari 2015
Menanggapi wacana Ahok akan melaporkan DPRD kepada Bareskrim Mabes Polri, Jaksa Agung dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dianggap lucu oleh Wakil Ketua DPRD M. Taufik.
"Saya sudah baca-baca lucu aja. Katanya anggaran itu ada di Jakarta Barat. Itu nggak masuk akal. Dia mau laporin juga terserah. Itu tipe orang panik. Makanya dia obrak abrik kemana-mana," ujar Taufik di Gedung DPRD DKI Jakarta, Rabu (25/2/2015).
"Nggak bisa ada jalan keluar. Solusinya cuman satu (Ahok) berhenti," tutup Taufik.
26 Februari 2015
Bertepatan dengan 100 harinya Ahok menjadi Gubernur DKI Jakarta, Ahok dapat 'hadiah' hak angket dari DPRD. Sembilan fraksi DPRD telah menyepakati hak angket untuk Ahok dalam sidang paripurna yang digelar hari Kamis (26/2/2015).
Menanggapi hal itu, Ahok mengaku tak gentar.
"Aku sih biasa saja rapat seperti biasa (ketika DPRD menggelar paripurna)," ujar Basuki yang biasa disapa Ahok di Balai Kota DKI Jakarta, Kamis (27/2/2015).
Sebelum ditanya wartawan terkait tanggapan hasil paripurna DPRD DKI, Ahok ternyata sudah menyiapkan bukti berupa berkas yang berisikan data yang tidak wajar dalam pembelian Uninterruptible Power Supply (UPS) di sekolah-sekolah pada tahun 2014.
"Sekarang kita lihat saja nih. (Sambil nunjukkin berkas) Ini tahun 2014 hampir semua sekolah, kita ada bukti 55 sekolah itu dianggarkan Rp6 miliar untuk UPS. Yang menang tender ini bisa begitu banyak. Saya kira ini kita lagi selidikin ini jangan-jangan pemasoknya sama. Satu sekolah pasang UPS sampai Rp5,8 miliar," jelas Ahok.