Suara.com - Siang tadi, Rabu (25/2/2015), Pengadilan Negeri Tata Usaha Negara Jakarta mengabulkan gugatan tim hukum PPP hasil Muktamar Jakarta yang dipimpin oleh Djan Faridz atas pelaksanaan keputusan Kementerian Hukum dan HAM Nomor M.HH-07.AH.11.01 Tahun 2014 tentang Pengesahan Perubahan Susunan Kepengurusan Dewan Pimpinan Pusat Partai Persatuan Pembangunan.
Terhadap putusan tersebut, DPP PPP hasil Muktamar Surabaya yang dipimpin oleh Romahurmuziy beserta pimpinan Fraksi PPP DPR akan mengajukan banding ke PTUN.
Dengan adanya banding tersebut, maka putusan PTUN belum mengubah status hukum apapun terhadap DPP PPP hasil Muktamar Surabaya. Artinya DPP PPP yang sah dan legal untuk mewakili PPP dalam urusan pilkada maupun kegiatan kepartaian lainnya adalah DPP PPP hasil Muktamar Surabaya sampai dengan Menteri Hukum dan HAM mencabut SK yang ada setelah adanya putusan final (inkracht) dari Mahkamah Agung nanti sekitar 1-2 tahun ke depan
Ketua Umum DPP PPP Romahurmuziy mengatakan mendapatkan sejumlah keanehan dalam pertimbangan hukum hakim PTUN. Pertama, kata dia, legal standing yang menjadi materi eksepsi tergugat intervensi, sama sekali tidak dipertimbangkan.
"Kedua, Pasal 24, 25, undang 2/2008 jo 2/2011 tentang parpol tidak dikutip sama sekali. Ketiga, surat dari Kementerian Hukum dan HAM yang mengatakan harus diselesaikan melalui Mahkamah Partai atau diselesaikan melalui forum tertinggi partai sama sekali tidak dipertimbangkan," kata Romahurmuziy.
Keempat, hakim menangis tersedu-sedu saat membacakan putusan, menurut Romahurmuziy, itu sama sekali tidak lazim dan menunjukkan mereka di bawah tekanan.
"Tekanan massa tak dikenal yang sengaja dihadirkan di PTUN untuk menekan majelis," kata Romahurmuziy.
Saat ini, DPP PPP hasil Muktamar Surabaya sedang menyusun argumentasi dan bukti-bukti baru untuk proses ditingkat banding. Seluruh jajaran DPW dan DPC seluruh Indonesia, kata Romahurmuziy, tidak terpengaruh dengan setiap informasi yang dinilai menyesatkan dari pihak manapun.