Suara.com - Hasil survei dari Lingkaran Survey Indonesia (LSI) merilis soal persepsi publil yang menyebut prihatin atas kondisi hukum Indonesia, menyusul permohonan Komjen Polisi Budi Gunawan yang dikabulkan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Survei yang melibatkan 1.200 orang yang tersebar di 33 provinsi ini juga sekaligus menggali penilaian publik terhadap kinerja Pemerintahan Jokowi-Jk di bidang hukum pada 100 hari pertama kerja.
Ada beberapa alasan menurut peneliti LSI Rully Akbar yang menjadi penyebab mayoritas penilaian publik.
"Dari hasil riset yang dilakukan oleh LSI Denny JA, ada empat alasan yang membuat publik makin prihatin dengan kondisi hukum di Indonesia," kata Rully saat memaparkan hasil surveynya di Graha Dua Rajawali Rawamangun, Jakarta Timur, Selasa (24/2/2015).
Keempat faktor tersebut adalah ada upaya pelemahan terhadap KPK yang secara tersirat dengan menetapkan pimpinan KPK Bambang Widjojanto dan Abraham Samad sebagai tersagka oleh Polri.
Menurut masyarakat, penetapan keduanya sebagai tersangka lebih dikarenakan ada urusan politis.
Selain itu, keprihatinan yang bertambah tersebut ketika masyatakat menilai bahwa wibawa institusi Polri sudah semakin merosot, dimana ditetapkannya BG oleh KPK sebagai tersangka.
Faktor ketiga yang menjadi penyebabnya, adalah lambannya Presiden Jokowi dalam menyelesaikan masalah kedua lembaga penegak hukum tersebut, sebelum memuncak pada amarah publik terhadap sikap Koalisi Indonesia Hebat(KIH) yang terus mendesak Jokowi untuk melantik BG.
"Empat faktor tersebut menjadi alasan utama keprihatinan masyarakat. Hampir semuanya diatas rata-rata untuk mengatakan bahwa keempat hal tersebut sangat mendominasi, pelemahan KPK(75,37%), wibawa polri merosot(73,02%), Jokowi lamban(55,65%), dan kecewa terhadap KIH(73,17%," jelas Rully.
Dengan begitu, dia pun menyimpulkan bahwa mayoritas publik sangat khawatir dengan masa depan pemberantasan korupsi di Indonesia.
"Survey menunjukkan bahwa sebesar 77,50 persen publik menyatakan bahwa mereka khawatir korupsi di Indonesia makin merajalela," tutupnya.