Suara.com - Tersangka kasus korupsi penyelenggaraan ibadah haji 2012-2013, Suryadharma Ali (SDA) membantah meniru jejak Komjen Polisi Budi Gunawan yang mengajukan gugatan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Kuasa hukum SDA, Humphrey Djemat menyampaikan, langkah SDA ini bukan karena terinspirasi keberhasilan BG yang permohonannya dikabulkan oleh Hakim Sarpin Rizaldi.
"SDA menuntut keadilan melalui jalur praperadilan. Bukan hanya kita melihat kasus Komjen Budi saja, tapi sebelumnya juga sudah ada. Kalau soal inspirasi dari Budi, rasanya tidak. Kita cuma menunggu momentum saja. Sudah lama kita memikirkan untuk melakukan ini," tutur Humprhey dalam konferensi pers di kawasan Jalan Ampera, Jakarta, Senin (23/2/2015).
Lewat praperadilan ini, harapannya, bisa diketahui tepat tidaknya yang dilakukan KPK dalam menetapkan tersangka SDA. Sebab, saat ini KPK dinilai sebagai lembaga yang mirip dengan malaikat yang tidak memiliki celah kesalahan.
"Dulu KPK seperti malaikat, bisa jadi yang mlawan malah dihabisin. Tapi sekarang kita melihat adanya suatu jalan. Jadi dibuktikan saja, apakah proses hukum ini (SDA) sudah benar atau tidak," katanya.
SDA mengajukan upaya praperadilan kepada KPK terhadap penetapan tersangka pada 22 Mei 2014 lalu yang dinilai semena-mena lantaran belum mempunyai bukti permulaan yang cukup.
Selain itu, tambahnya, penetapan tersangka SDA dilakukan pada saat dimulainya rangkaian penyidikan oleh penyidik KPK, baru setelah itu KPK secara maraton melakukan pemeriksaan saksi dan barang bukti.
Humphrey juga menyinggung, penetapan tersangka SDA bernuansa politis. Lantaran, saat penetapan tersangka ini beda dua hari setelah SDA memberikan dukungan dan mengantar pasangan capres-cawapres Pilpres 2014 lalu, Prabowo Subianto-Hatta Rajasa mendaftarkan diri ke KPU.
Selain itu, Humphrey menggugat KPK dengan nominal Rp1 triliun sebagai kerugian materil lantaran nasib penetapan tersangka SDA selama sembilan bulan ini.
"Karenanya, perbuatan yang dilakukan KPK tersebut membuat SDA menderita dan oleh karena itu, kami menuntut KPK Rp1 triliun," tegasnya.