Algojo ISIS Pemenggal 21 Warga Mesir Orang Amerika?

Ruben Setiawan Suara.Com
Kamis, 19 Februari 2015 | 22:50 WIB
Algojo ISIS Pemenggal 21 Warga Mesir Orang Amerika?
Algojo ISIS pemimpin eksekusi massal terhadap 21 warga Mesir. (Twitter)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Anggota ISIS bertopeng yang memimpin eksekusi massal terhadap 21 warga Kristen Mesir diduga seorang warga Amerika Serikat. Dugaan itu disampaikan oleh pakar intelijen yang menganalisis karakter wajah dan gaya bicara si anggota yang muncul dalam video pemenggalan massal tersebut.

"Mereka masih menganalisis video tersebut sekarang, menggunakan teknologi pengenalan wajah dan mereka terus menganalisis gaya bicaranya," kata seorang pejabat Amerika Serikat kepada The New York Post.

"Gaya bicaranya seperti orang Amerika bagi saya," lanjutnya.

Pendapat senada juga disampaikan Profesor Erik Thomas, pakar linguistik dari North Carolina State University. Sang profesor mengatakan, berdasarkan pengamatan terhadap pengucapan kata-kata tertentu, dirinya juga yakin bahwa lelaki tak dikenal yang mengenakan topeng dan baju loreng tersebut "terdengar seperti orang Amerika" dengan sedikit pengaruh dialek Bahasa Arab.

Sementara itu, seorang pakar lain yang tidak bersedia disebutkan namanya, mengatakan bahwa si lelaki bertopeng adalah penutur Bahasa Arab yang belajar Bahasa Inggris Amerika ketika tinggal dalam waktu yang cukup lama di Negeri Paman Sam.

Seorang pejabat Amerika Serikat menilai, dengan menggunakan seseorang dari Amerika Serikat untuk memimpin pemenggalan massal tersebut, ISIS sengaja memicu kebingungan dan ketakutan di Amerika Serikat.

"Kita tahu bahwa mereka mencoba secara aktif merekrut orang Amerika," kata si pejabat.

"Dengan menggunakan seseorang yang fasih berbahasa Amerika, mereka merasa dapat memasuki pikiran masyarakat Amerika, membuat mereka bingung dan takut," lanjutnya.

Saat ini, diperkirakan ada sekitar 3.000 warga negara-negara Barat yang turut bertempur di Suriah dan Irak. Sekitar 150 orang diantaranya adalah warga Amerika yang bergabung dengan berbagai kelompok teroris. (News.com.au)

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI