Terkait KPK, Petinggi KIH Beda Pendapat soal Perppu

Rabu, 18 Februari 2015 | 11:33 WIB
Terkait KPK, Petinggi KIH Beda Pendapat soal Perppu
Wiranto (kanan) dan Joko Widodo. [Suara.com/Bagus Santosa]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Ketua Umum Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) Wiranto mengatakan tidak perlu ada Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) guna penyelamatan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), setelah Ketua KPK Abraham Samad (AS) ditetapkan sebagai tersangka.

"Memang KPK tidak selamat? Saya pikir tidak perlu-lah itu (Perppu penyelamatan KPK). KPK tidak ada masalah apa-apa," kata Wiranto, saat ditemui seusai menghadiri acara Mukernas PPP di Jakarta, Selasa (17/2/2015) malam.

Wiranto menilai, permasalahan hukum yang dihadapi AS adalah masalah individual, bukan lembaga. Sehingga menurutnya, seharusnya masalah tersebut juga diselesaikan secara individual, bukan kelembagaan.

Menurut salah satu petinggi di Koalisi Indonesia Hebat (KIH) yang pada Pilpres 2014 lalu sukses mengusung pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK) ini, pencampuradukan masalah individual dan kelembagaan seharusnya tidak terjadi dalam masalah KPK dan Polri. Menurutnya, hal itu hanya akan memperkeruh masalah, sehingga menimbulkan polemik di masyarakat.

"Masalah individual jangan dicampuradukan dengan lembaga, baik masalah KPK dan Kepolisian RI (Polri). Ini yang membuat jadi kacau. Masyarakat harus dibuat tenang. Jangan diperkeruh lagi," tuturnya, sebagaimana dikutip Antara.

Menariknya, terkait soal Perppu tersebut, Wiranto nyatanya berbeda pendapat dengan petinggi KIH lainnya. Salah satunya adalah Sekjen Partai Nasdem, Patrice Rio Capella. Seperti diberitakan sebelumnya, segera setelah AS diberitakan sebagai tersangka oleh Polda Sulkselbar, Patrice pun mengusulkan kepada Presiden Jokowi untuk segera menerbitkan Perppu.

Menurut Patrice, Perppu tentang UU KPK itu penting untuk menutupi kekurangan pimpinan KPK pascapenetapan AS sebagai tersangka. Pasalnya menurutnya, dalam UU KPK disebutkan bahwa lembaga antikorupsi ini harus dipimpin lima orang yang bersifat kolektif kolegial.

Masalahnya menurutnya pula, setelah Busyro Muqoddas habis masa jabatannya, selain AS, Bambang Widjojanto (BW) juga sudah dijadikan tersangka oleh Polri. Artinya, saat ini pimpinan KPK yang bisa aktif hanya tinggal dua orang.

"Untuk menutupi kekurangan tiga orang itu (masa jabatan habis dan menjadi tersangka), harus dibuat Perppu," kata Patrice di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (17/2).

Lebih jauh, Patrice bahkan mengusulkan agar Presiden Jokowi juga segera membentuk Panitia Seleksi (pansel) Pimpinan KPK, guna mempercepat proses pemilihan pimpinan KPK yang baru. Tujuannya menurutnya, supaya KPK tetap bisa bekerja setelah ditinggal pimpinan yang sekarang.

"Sambil dibentuk Pansel untuk KPK yang baru. Kalau bisa bulan depan," kata anggota Komisi III DPR tersebut.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI