Bila Tak Terima Jadi TSK, Abraham Disarankan Tempuh Praperadilan

Selasa, 17 Februari 2015 | 11:17 WIB
Bila Tak Terima Jadi TSK, Abraham Disarankan Tempuh Praperadilan
Ketua KPK Abraham Samad [suara.com/Bernard Chaniago]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Wakil Ketua DPR dari Fraksi Gerindra Fadli Zon menyarankan kepada Ketua KPK Abraham Samad untuk menempuh praperadilan apabila merasa proses penetapan status tersangka kepadanya menyalahi prosedur.

"Apabila merasa dikriminalisasikan bisa mengajukan praperadilan," kata Fadli di DPR, Jakarta, Selasa (17/2/2015).

Seperti diketahui, Polda Sulselbar sudah menetapkan Abraham menjadi tersangka pada 9 Februari 2015, namun baru hari ini diumumkan kepada publik. Abraham dikenakan kasus dugaan pemalsuan dokumen administrasi kependudukan.

Menurut Fadli kriminalisasi terhadap KPK merupakan opini dan hal itu masih perlu dibuktikan secara hukum.

Fadli mengatakan dalam menetapkan seseorang menjadi tersangka, polisi tentu sudah melewati berbagai tahapan atau tidak semena-mena.

"Polisi tidak bisa semena-mena (menjadikan tersangka) tanpa ada satu kasus, pasti akan jadi masalah bagi mereka. (Kalau ada keberatan) Diujilah lewat suatu proses hukum," kata Fadli.

Penetapan status tersangka Samad didasarkan dari hasil gelar perkara Polda Sulawesi Selatan dan Barat sebagai tindak lanjut gelar perkara yang telah dilakukan di Markas Besar Polri pada tanggal 5 Februari 2015.

Pelapor dalam kasus ini adalah seorang perempuan bernama Feriyani. Feriyani mengklaim terkait langsung dengan dugaan pemalsuan dokumen itu. Feriyani melaporkan Abraham ke Mabes Polri pada Minggu (1/2/2015) karena merasa dirugikan oleh apa yang dilakukan oleh Abraham dan teman Abraham bernama Uki. Uki juga ikut dilaporkan dalam kasus yang sama.

Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Mabes Polri Komisaris Besar Rikwanto mengatakan Abraham dijerat dengan sejumlah pasal, yakni Pasal 263, Pasal 264, Pasal 266 KUHP dan Pasal 93 Undang-Undang RI Nomor 23 tentang Administrasi Kependudukan yang telah dilakukan perubahan Undang-Undang Nomor 24 tahun 2013.

"Ancamannya delapan tahun," kata Rikwanto kepada suara.com melalui pesan singkat.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI