Wakil Ketua Pimpinan Perguruan Tinggi Hukum Indonesia, Dr. Laksanto Utomo, meminta jajaran Polri untuk tidak besar kepala setelah hakim tunggal Sarpin Rizal mengabulkan gugatan praperadilan yang diajukan Komjen Pol. Budi Gunawan.
Karena, menurutnya Polri akan merasakan dampak keputusan ini, yakni akan banyak orang yang ditetapkan menjadi tersangka oleh Polri mengajukan gugatan Praperadilan ke Pengadilan Negeri.
"Jika ini terjadi justru akan menyulitkan aparat kepolisian di kemudian hari," kata Laksanto, sebagaimana dikutip kantor berita Antara, Senin (16/2/2015)
Laksanto yang juga Dekan Fakultas Hukum Universitas Sahid Jakarta, mengatakan berdasarkan pasal 77 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) obyek dari Praperadilan adalah sah tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan atas permintaan tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasa tersangka; sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan atas permintaan demi tegaknya hukum dan keadilan; dan ke empat permintaan ganti kerugian atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasanya yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan.
Jika dilihat dari pasal itu, katanya, maka tidak ada dasar hukum untuk mempraperadilankan penetapan status tersangka. Jadi lebih kepada penangkapan atau penyitaan yang dilakukan oleh aparat hukum, di luar operasi tangkap tangan atau OTT.
Oleh karena itu, putusan hakim tunggal itu dapat dijadikan yurisprundensi meskipun akan banyak perdebatan di kemudian hari apakah semua orang yang dinyatakan tersangka dapat mengajukan gugatan Praperadilan.
"Itu akan menjadi perdebatan oleh para ahli hukum di kemudian hari," katanya seraya menambahkan, putusan hakim itu didasarkan atas rechtsvinding (penemuan hukum) oleh pengadilan.
Rechtsvinding sudah lama dikembangkan di negara-negara Anglosakxon, di mana para ahli hukum berpendapat, keadilan itu tidak hanya didapat dari teks-teks mati dalam suatu pasal tetapi juga dapat digali oleh para yuris atas fakta yang terjadi di lapangan.
Penemuan hukum itu, katanya juga diakomodasi dalam Pasal 16 ayat 4 UU No 4 Tahun 2004 tentang kekuasaan Kehakiman yang menegaskan, Pengadilan tidak boleh menolak untuk memeriksa dan mengadili suatu perkara yang diajukan dengan dalih kurang jelas atau tidak ada pasalnya dalam KUHP.
Laksanto menambahkan semua pihak perlu mengambil pelajaran dari keputusan itu. Khususnya Komisi Pemberantasan korupsi (KPK) untuk tidak ceroboh atau terkesan gregetan untuk menjadikan seseorang sebagai tersangka.
Komjen Budi Gunawan ditetapkan tersangka, katanya, belum pernah dipanggil oleh KPK. KPK hanya mendasarkan dua alat bukti yang belum kuat yakni data transfer dari bank yang belum terkonfirmasi dari yang bersangkutan, baik dari bank maupun dari Budi Gunawan.
"Kita semua suka KPK, dan memperbaiki negeri ini lewat pemberantasan korupsi secara tegas, tetapi juga tidak boleh meninggalkan pakem proses hukum dan cara-cara yang lebih etik dalam menegakkan hukum itu agar diterima oleh masyarakat luas," katanya. (Antara)
Pakar: Putusan Praperadilan BG Bisa Jadi Bumerang Bagi Polri
Esti Utami Suara.Com
Senin, 16 Februari 2015 | 14:38 WIB
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News
REKOMENDASI
TERKINI