Suara.com - Hakim tunggal Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Sarpin Rizaldi telah memutuskan memenangkan Komisaris Jenderal Budi Gunawan dalam sidang praperadilan atas penetapan status tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi, Senin (16/2/2015). Hakim menyatakan KPK tidak sah menetapkan Budi menjadi tersangka.
Menanggapi hal ini, anggota Dewan Pembina Partai Demokrat Achmad Mubarok mengaku kaget dengan putusan tersebut.
"Itu maknanya, nanti akan ada blunder besar lagi," kata Mubarok kepada suara.com.
Mubarok tidak menjelaskan secara ekplisit makna blunder besar itu, tapi ia menggambarkan blunder tersebut sebagai bentuk ketidakpuasan publik yang semakin lama semakin membesar dan meluas sebagai buntut dari keputusan pengadilan tersebut.
Yang jelas, kata Mubarok, blunder besar itu akan merugikan bangsa Indonesia.
"Kekuatan massa yang berkembang atas nama nilai-nilai kejujuran dan kebersihan (dari korupsi), jadi itu agak mengerikan di masa depan," katanya.
Bila blundernya semakin membahayakan, Mubarok memprediksi ke depan, peranan militer (TNI) akan semakin besar.
Tapi, kata Mubarok, Presiden Joko Widodo sudah mengantisipasi dengan meneken kerja sama dengan Panglima TNI untuk mengatasi dampak dari ketidakpuasan publik.
Sebelumnya, KPK menetapkan Budi Gunawan menjadi tersangka dugaan kasus gratifikasi sehari menjelang pelaksanaan uji kelayakan dan kepatutan calon tunggal Kapolri di Komisi III DPR RI.
Jenderal polisi bintang tiga itu dipilih Presiden Joko Widodo untuk menggantikan Kapolri Jenderal Sutarman.
Tidak terima dengan penetapan tersangka, Mabes Polri menggugat keputusan KPK ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Tim pengacara Polri menganggap KPK tidak melalui prosedur hukum yang benar dalam menetapkan Budi menjadi tersangka.
Tapi, KPK menegaskan telah memiliki alat bukti untuk menjerat Budi Gunawan.