Suara.com - Mantan Hakim Mahkamah Agung Harifin Tumpa menilai proses sidang praperadilan yang diajukan Komisaris Jenderal Budi Gunawan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dicampuradukkan antara kepentingan politik dan hukum. Hasil sidang gugatan atas penetapan status tersangka oleh KPK tersebut, rencananya akan diumumkan besok, Senin (15/2/2015).
"Memang kalau saya mengikuti persidangannya, kelihatan bahwa di sana ada pencampuradukan permasalahan politik dan hukum tata negara," kata Harifin dalam konferensi pers di kantor Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, Jakarta, Minggu (15/2/2015).
Harifin mengatakan praperadilan merupakan sidang yang dilakukan dengan acara cepat dan paling lambat dalam tempo tujuh hari hakim sudah harus menjatuhkan putusan.
"Artinya, pembuktiannya atau prosedur pemeriksaan harus sederhana. Tidak bisa dirembet ke masalah politik, ketatanegaraan, dan sebagainya," kata dia.
Dia menambahkan dalam sidang praperadilan ada lima pokok perkara yang dibahas, yakni membahas sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan, penuntutan, dan ganti kerugian terhadap orang yang ditahan serta perkara yang tidak dilanjutkan.
"Jadi, hanya kelima ini. Ini adalah dalam rangka seseorang yang ditersangkakan melakukan sesuatu, kalau (dalam proses praperadilan ini) ditahan, itu melanggar HAM. Hukum tidak menginginkan tersangka tidak ditahan berlarut-larut jika ada kesalahan," kata Harifin.
Sebelumnya, KPK menetapkan Budi Gunawan menjadi tersangka dugaan kasus gratifikasi sehari menjelang pelaksanaan uji kelayakan dan kepatutan calon tunggal Kapolri di Komisi III DPR RI.
Jenderal polisi bintang tiga itu dipilih Presiden Joko Widodo untuk menggantikan Kapolri Jenderal Sutarman.
Tidak terima dengan penetapan tersangka, Mabes Polri menggugat keputusan KPK ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Tim pengacara Polri menganggap KPK tidak melalui prosedur hukum yang benar dalam menetapkan Budi menjadi tersangka.