Suara.com - Lima hari sudah sidang gugatan praperadilan Komisaris Jenderal Polisi Budi Gunawan digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Fakta-fakta dan pendapat ahli dari kubu Budi dan Komisi Pemberantasan Korupsi diadu. Mana lebih kuat? Budi Gunawan yang tidak terima ditetapkan sebagai tersangka perkara dugaan tindak pidana korupsi oleh KPK ingin melepaskan status memalukan tersebut lewat lembaga praperadilan.
Status tersangka menjadi penghalang bagi Budi untuk melaju sebagai Kepala Kepolisian Republik Indonesia yang telah dicalonkan oleh Presiden Joko Widodo pada 9 Januari 2015.
Status tersangka atas dugaan transaksi mencurigakan dan penerimaan hadiah itulah yang membuat Presiden menunda pelantikan Budi Gunawan.
Apakah status tersangka sah? Penetapan status tersangka Budi terhadap Gunawan bermuatan politis, begitulah kata tim pengacara hukum Budi. Hal tersebut dianggap karena Budi dijadikan tersangka tepat sehari sebelum melakukan tes uji kepatutan dan kelayakan sebagai Kapolri di Komisi III DPR.
Namun itu hanya salah satu di antara banyak alasan atau dalil lainnya pihak Budi melayangkan permohonan praperadilan untuk menguji sah tidaknya status tersangka.
Pada Senin (9/2), sidang perdana praperadilan Budi dimulai setelah satu minggu sebelumnya sidang ditunda karena pihak KPK tidak hadir.
Sidang pertama mengagendakan pembacaan gugatan pihak pemohon atau Budi Gunawan. Dalam dalil-dalil gugatannya, kuasa hukum Budi menyebutkan bahwa penetapan tersangka tidak sah karena cacat hukum.
KPK disebut melanggar undang-undang dalam keputusan penetapan tersangka tersebut.
Beberapa dalil yang mengatakan penetapan tersangka Budi Gunawan tidak sah antara lain karena KPK tidak pernah memanggil Budi untuk meminta keterangan sebelumnya, karena penetapan tersangka tersebut hanya diputuskan oleh empat pimpinan dan tak dilakukan secara kolektif kolegial, penyidik kasus Budi ilegal karena bukan dari anggota Polri, dan penetapan status tersangka tersebut tidak cukup bukti.
"Bahwa penetapan tersangka pemohon tanpa melalui prosedur hukum yang benar, nama baik pemohon dirampas, cacat yuridis, dan masih diikuti oleh pencekalan yang merupakan pembunuhan karakter pribadi serta keluarga," kata Frederich Yunadi, kuasa hukum Budi.