Suara.com - Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Golkar Bambang Soesatyo mengatakan jika Senin (16/2/2015) besok, hakim sidang praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memenangkan Komisaris Jenderal Budi Gunawan, maka sore harinya, Presiden Joko Widodo harus melantik yang bersangkutan menjadi Kapolri.
"Maka tsunami politik yang dikhawatirkan banyak pihak, tidak akan terjadi," kata Bendahara Umum Partai Golkar, Minggu (15/2/2015).
Sebaliknya, jika hakim tidak memenangkan gugatan Budi sehingga Budi tidak jadi dilantik menjadi Kapolri, Bambang menilai Presiden Jokowi kembali menunjukkan sikap tidak konsisten dan menurutnya hal itu bisa merugikan Jokowi sendiri.
"Berarti untuk kesekian kalinya Presiden memperlihatkan perilaku inkonsisten, bahkan bisa dituduh melakukan kebohongan publik. Janji menunda, tetapi kemudian membatalkan adalah kebohongan. Tidak sepantasnya perilaku seperti itu dipertontonkan oleh seorang Presiden," kata Bambang.
Menurut Bambang, saat ini, publik masih ingat bahwa pada jumpa pers yang digelar Presiden Jokowi pada Jumat (16/1/2015) malam di Istana Merdeka. Ketika itu, kata Bambang, Presiden menegaskan Budi masih berstatus calon Kapolri, meski sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK. Penegasan ini, kata dia, dikemukakan setelah sidang Paripurna DPR menyetujui mantan ajudan Megawati Soekarnoputri sewaktu masih menjadi Presiden RI untuk menjabat Kapolri.
"Saat itu, Presiden Joko Widodo menegaskan tidak membatalkan pelantikan BG. Jokowi bahkan memberi penekanan khusus pada kata penundaan. 'Jadi menunda, bukan membatalkan. Ini yang perlu digarisbawahi,' kata Jokowi saat itu. Penegasan ini menjadi pegangan bagi masyarakat," kata Bambang.
Apalagi, kata Bambang, pada hari yang sama, Presiden langsung menerbitkan dua keputusan, yakni memberhentikan dengan hormat Jenderal Sutarman sebagai Kapolri dan mengangkat Komjen Badrodin Haiti sebagai Plt Kapolri. Dengan dua putusan ini, kata Bambang, diasumsikan bahwa pelantikan Budi hanya soal waktu.
Tapi tampaknya tanda-tanda pembatalan pelantikan Budi mulai terlihat ketika Presiden berkomunikasi dengan pimpinan DPR tentang kemungkinan mengajukan calon Kapolri baru minus Budi. Komunikasi dengan pimpinan DPR itu kemudian ditindaklanjuti dengan inisiatif Komisi Kepolisian Nasional menyaring dan mengajukan usulan sejumlah nama calon Kapolri kepada Presiden, kata Bambang.
"Nah, kita tinggal menunggu saja apakah presiden dapat mengambil keputusan yang tepat atau justru sebaliknya. Menjadi blunder politik yang membuat pemerintah ini makin tidak efektif dan kehilangan kewibawaan," ujar dia.
Sebelumnya, KPK menetapkan Budi Gunawan menjadi tersangka dugaan kasus gratifikasi sehari menjelang pelaksanaan uji kelayakan dan kepatutan calon tunggal Kapolri di Komisi III DPR RI.
Jenderal polisi bintang tiga itu dipilih Presiden Joko Widodo untuk menggantikan Kapolri Jenderal Sutarman.
Tidak terima dengan penetapan tersangka, Budi dan tim hukum menggugat keputusan KPK ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Tim pengacara Polri menganggap KPK tidak melalui prosedur hukum yang benar dalam menetapkan Budi menjadi tersangka.
Tapi, KPK menegaskan telah memiliki alat bukti untuk menjerat Budi Gunawan.