Ditanya Terus Jumlah Pimpinan KPK, Saksi Ahli Protes Pengacara BG

Rabu, 11 Februari 2015 | 16:15 WIB
Ditanya Terus Jumlah Pimpinan KPK, Saksi Ahli Protes Pengacara BG
Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Padjajaran, Romli Atmasasmita, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (11/2). (Antara)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News
Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Padjajaran, Romli Atmasasmita, memprotes sikap kuasa hukum Komjen Budi Gunawan di persidangan praperadilan yang berlangsung di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (11/2/2015).

Ia protes ke hakim Sarpin Rizaldi karena dicecar terus oleh kuasa hukum dengan pertanyaan yang sama tentang pentingnya pimpinan KPK harus berjumlah lima orang.

"Saya kira tadi sudah saya jawab cukup jelas di awal," kata Romli.

Keberatan Romli atas sikap kuasa hukum Budi Gunawan diterima Sarpin Rizaldi. Sarpin langsung memerintahkan kepada kuasa hukum Budi untuk tidak mengulang-ulang pertanyaan.

"Saudara pemohon, apabila tadi di awal sudah jelas dijelaskan, tolong jangan diulang lagi pertanyaan yang sama. Tadi di awal saudara saksi telah menjelaskan secara lengkap, jadi tolong langsung ke pokok permasalahan," kata Sarpin.

Di awal persidangan, Romli menjelaskan awal mula pembentukan Komisi Pemberantasan Korupsi. Romli adalah salah satu penyusun Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK‎. ‎

Ia menuturkan bahwa pimpinan KPK harus lima orang supaya tidak terjadi abuse of power dan penyalahgunaan kewenangan.
 
"Apabila terjadi kekosongan pimpinan, maka KPK harus segera melayangkan calon pengganti pada Presiden untuk mengisi kekosongan pimpinan tersebut," kata Romli.

Romli memaparkan mulanya KPK berkeinginan untuk memiliki penyidik independen, namun karena hal tersebut butuh waktu lama maka mengingat efisiensi KPK merekrut dari kepolisian dan kejaksaan. Begitu pula dengan jaksa penuntut yang direkrut dari kejaksaan.

"Sebab kalau membentuk sendiri perlu penyesuaian, pelatihan, penandatanganan sertifikat, pengalaman dan sebagainya," ujarnya.‎

Kuasa hukum Budi pun melontarkan pertanyaan terkait Pasal 32 UU KPK Ayat 1 dan 2 mengenai pemberhentian atau pengunduran diri pimpinan KPK.

"Seingat anda, ketika seseorang sudah mengundurkan diri sebagai pimpinan KPK, apakah dia masih punya hak untuk melakukan kewenangan sebagai pimpinan KPK. Apakah ini berhubungan dengan pemberhentian KPK itu harus d‎engan keputusan Presiden?" kata kuasa hukum BG.

‎Romli menjelaskan sesuai Pasal 1 Ayat 1, berhenti atau diberhentikan, pengunduran diri atau berhenti itu normal. Tapi kalau berpijak pada Ayat 2, itu diberhentikan sementara. Jadi sebetulnya yang memberhentikan adalah yang mengangkat, yaitu Presiden. Kalau ada pengunduran diri, tak perlu ada surat pengunduran diri, cuma memberitahu bahwa pimpinan KPK mengundurkan diri kepada Presiden melalui surat tertulis.

"Saya kira penafsiran antara ayat 1 dan 2 dalam satu pasal maknanya tidak bisa dibedakan, karena itu satu kesatuan. Lagi pula, semua sudah saya jelaskan diawal, jadi saya tak perlu mengulangi lagi," kata dia.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI