Mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meminta Komisi Pemberantasan Korupsi dan Kepolisian Republik Indonesia tidak merasa paling benar sendiri. Amanah yang diberikan kepada KPK dan Polri, katanya, harus digunakan secara adil dan bertanggungjawab.
Hal itu disampaikan Ketua Umum Partai Demokrat itu ketika memberikan kuliah umum dengan tema 'Kerangka Bernegara dan Pemerintahan dalam Dinamika Politik Nasional Saat ini' di hadapan ratusan calon mahasiswa baru program Pascasarjana, Magister, Dokter, dan Profesi di gedung Garuda Mukti, Universitas Airlangga, Surabaya, Selasa (10/2/2015).
SBY mengatakan persoalan antara KPK dan Polri yang terjadi pada saat ini tidak berada pada persoalan konstitusional.
Atas kemelut dua institusi penegak hukum itu, SBY meminta masyarakat jangan cepat menilai adanya pelemahan lembaga negara tertentu atau ada upaya mengubah sistem negara yang sudah berjalan.
"Jika sistem yang ada sekarang dianggap salah, lalu sistem bagaimana dan seperti apa yang dianggap benar," ujar SBY
Menurut SBY sistem negara yang hasil reformasi patut terus dipertahankan. Yang harus diperhatikan, kata dia, adalah pengelolaan yang baik serta mempertegas sistem ketatanegaraan.
SBY berpendapat dalam perjalanan reformasi, persoalan yang terjadi adalah di kehidupan bernegara. Indonesia, kata dia, seharusnya bisa lebih terbuka dalam menerima perubahan, terutama UUD 1945 yang sudah mengalami empat kali amandemen. Bagi SBY, UUD 1945 bukanlah konstitusi yang harus dikeramatkan, melainkan harus adaptif terhadap perubahan zaman.
Soal fenomena yang terjadi selama ini, SBY mengingatkan seorang Presiden harus taat pada konstitusi dan undang-undang serta tidak dibenarkan melanggar aturan serta ketatanegaraan.
Karena dipilih langsung oleh rakyat Indonesia, kata SBY, Presiden seyogyanya mampu bekerja sekuat tenaga dalam menghadapi tekanan, baik melalui parlemen, partai pendukung, partai oposisi serta masyarakat luas yang sikapnya terkadang melampui batas.
SBY juga mengatakan Presiden tidak boleh menyalahgunakan kekuasaan yang ada untuk kepentingan pribadi maupun golongannya.
SBY yang juga Ketua Umum Partai Demokrat ini menjelaskan ada beberapa persoalan yang harus segera diselesaikan bersama, di antaranya sistem politik yang menganut semi parlementer dan semi presidensiil, penataan sistem antara pemerintah pusat dan daerah, pelaksanaan penegakan hak azasi manusia seperti yang ada di UUD 1945 serta adanya kejelasan peran dan kewenangan Dewan Perwakilan Daerah di parlemen.
Kuliah umum di kampus Unair merupakan acara terakhir dari SBY selama kunjungan ke Surabaya, sejak Sabtu (7/2/2015).
Setelah dari Uniar, SBY dijadwalkan kembali lagi ke Jakarta. Beberapa mantan menteri era Kabinet Indonesia Bersatu jilid II yang ikut mendampingi SBY adalah M. Nuh, Choirul Tanjung, mantan Sekretaris Kabinet Sudi Silalahi, dan Dipo Alam. Gubernur Jawa Timur yang juga ketua DPD Partai Demokrat Jawa Timur Soekarwo juga turut hadir dalam kuliah umum. (Yovie Wicaksono)
Hal itu disampaikan Ketua Umum Partai Demokrat itu ketika memberikan kuliah umum dengan tema 'Kerangka Bernegara dan Pemerintahan dalam Dinamika Politik Nasional Saat ini' di hadapan ratusan calon mahasiswa baru program Pascasarjana, Magister, Dokter, dan Profesi di gedung Garuda Mukti, Universitas Airlangga, Surabaya, Selasa (10/2/2015).
SBY mengatakan persoalan antara KPK dan Polri yang terjadi pada saat ini tidak berada pada persoalan konstitusional.
Atas kemelut dua institusi penegak hukum itu, SBY meminta masyarakat jangan cepat menilai adanya pelemahan lembaga negara tertentu atau ada upaya mengubah sistem negara yang sudah berjalan.
"Jika sistem yang ada sekarang dianggap salah, lalu sistem bagaimana dan seperti apa yang dianggap benar," ujar SBY
Menurut SBY sistem negara yang hasil reformasi patut terus dipertahankan. Yang harus diperhatikan, kata dia, adalah pengelolaan yang baik serta mempertegas sistem ketatanegaraan.
SBY berpendapat dalam perjalanan reformasi, persoalan yang terjadi adalah di kehidupan bernegara. Indonesia, kata dia, seharusnya bisa lebih terbuka dalam menerima perubahan, terutama UUD 1945 yang sudah mengalami empat kali amandemen. Bagi SBY, UUD 1945 bukanlah konstitusi yang harus dikeramatkan, melainkan harus adaptif terhadap perubahan zaman.
Soal fenomena yang terjadi selama ini, SBY mengingatkan seorang Presiden harus taat pada konstitusi dan undang-undang serta tidak dibenarkan melanggar aturan serta ketatanegaraan.
Karena dipilih langsung oleh rakyat Indonesia, kata SBY, Presiden seyogyanya mampu bekerja sekuat tenaga dalam menghadapi tekanan, baik melalui parlemen, partai pendukung, partai oposisi serta masyarakat luas yang sikapnya terkadang melampui batas.
SBY juga mengatakan Presiden tidak boleh menyalahgunakan kekuasaan yang ada untuk kepentingan pribadi maupun golongannya.
SBY yang juga Ketua Umum Partai Demokrat ini menjelaskan ada beberapa persoalan yang harus segera diselesaikan bersama, di antaranya sistem politik yang menganut semi parlementer dan semi presidensiil, penataan sistem antara pemerintah pusat dan daerah, pelaksanaan penegakan hak azasi manusia seperti yang ada di UUD 1945 serta adanya kejelasan peran dan kewenangan Dewan Perwakilan Daerah di parlemen.
Kuliah umum di kampus Unair merupakan acara terakhir dari SBY selama kunjungan ke Surabaya, sejak Sabtu (7/2/2015).
Setelah dari Uniar, SBY dijadwalkan kembali lagi ke Jakarta. Beberapa mantan menteri era Kabinet Indonesia Bersatu jilid II yang ikut mendampingi SBY adalah M. Nuh, Choirul Tanjung, mantan Sekretaris Kabinet Sudi Silalahi, dan Dipo Alam. Gubernur Jawa Timur yang juga ketua DPD Partai Demokrat Jawa Timur Soekarwo juga turut hadir dalam kuliah umum. (Yovie Wicaksono)