Suara.com - Komisi Pemberantasan Korupsi, saat ini, dinilai sedang dalam masa puncak kesolidan dalam memberantas korupsi. Oleh karena itu, anggota Dewan Pembina Partai Demokrat Achmad Mubarok berharap agar Presiden Joko Widodo tidak mengganti pimpinan lembaga antikorupsi ini, apalagi di tengah kemelut dengan institusi Polri.
"Saya kira, itu akan membuat blunder panjang, blunder luar biasa," kata Mubarok kepada suara.com, Minggu (8/2/2015).
Selain karena akan memakan waktu yang sangat lama, kata Mubarok, penggantian pimpinan KPK justru akan mencitrakan seakan-akan hal itu atas keinginan Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri.
"Itu nanti malah akan jadi mencitrakan seakan-akan Bu Mega yang mau. Karena kan isunya sekarang Bu Mega akan diincar dalam kasus BLBI," kata Mubarok.
Dalam kondisi sekarang, menurut Mubarok, langkah terbaik bagi Jokowi adalah mendorong Polri untuk menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan atau lazimnya disebut SP3 bagi keempat pimpinan KPK.
"Hukum itu adalah bukan hanya untuk hukum. Tapi, hukum adalah untuk kemaslahatan, kepentingan bangsa. Hanya kitab suci yang tidak boleh diubah. Oleh karena itu, Presiden pun punya hak mendorong polisi mengeluarkan SP3 untuk kepentingan kemaslahatan bangsa," kata Mubarok. "Bisa saja itu, UU saja bisa diubah, kan."
Mubarok menambahkan membangun soliditas kepolisian lebih mudah dibandingkan membangun soliditas KPK.
"Karena polisi itu sistemnya sudah jalan. Polisi, kan masalahnya cuma satu tentang B (Budi Gunawan)," kata Mubarok. "Kalau KPK masalahnya adalah keberanian. Sekarang ini KPK sedang di puncak bagusnya. Kalau kemudian diganti semua, butuh waktu yang lama. Yang tepuk tangan ya koruptor."
Seperti diketahui, setelah Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto ditangkap dan dijadikan sebagai tersangka oleh Bareskrim Polri, satu persatu, pimpinan KPK lainnya juga dilaporkan ke polisi.
Ketua KPK Abraham Samad dilaporkan atas dugaan pertemuan dengan elite PDI Perjuangan di Pilpres 2014. Samad dikatakan melobi tim sukses agar dipasangkan sebagai cawapres mendampingi Jokowi.
Wakil Ketua KPK Adnan Pandu Praja juga dilaporkan ke polisi terkait dugaan tindak kriminal atas perampokan perusahaan dan kepemilikan saham secara ilegal di PT Desy Timber di Berau, Kalimantan Timur.
Kemudian, Wakil Ketua KPK Zulkarnaen juga dilaporkan ke polisi atas dugaan suap kasus Program Penanganan Sosial Ekonomi Masyarakat ketika Zulkarnaen masih menjadi Kepala Kejaksaan Tinggi Jatim pada 2010.