Suara.com - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD menilai kasus pemalsuan dokumen yang dituduhkan kepada Ketua KPK Abraham Samad bukan permasalahan pemalsuan serius.
"Saya melihat kasus Samad yang di Sulawesi Barat itu kan hanya sifatnya mala prohibita, bukan serius pemalsuan. Mala Prohibita adalah orang melanggar aturan, tetapi sebenarnya tidak merugikan apa-apa seperti misalnya orang menyantumkan nama orang di KK (Kartu Keluarga) karena keperluan praktis. Misalnya saya punya pembantu tanpa ada dokumen resmi dari daerah asalnya. Saya bawa ke kantor kelurahan, 'Tolong nih cantumkan pembantu saya ke dalam keluarga saya'," kata Mahfud di gedung KPK, Jalan Rasuna Said, Jakarta Selatan, Jumat (6/2/2015).
Kasus semacam itu, kata Mahfud, juga kadang terjadi di kalangan pejabat dan hakim yang memiliki lebih dari satu kartu identitas.
"Misalnya, saya saat menjadi Menteri Pertahanan pada era pemerintahan Abdurrahman Wahid, Mahfud bercerita bahwa tiba-tiba ada orang datang dan langsung memberikan KK dan kartu tanda penduduk sebagai penghuni rumah dinas. Padahal, saya belum pernah meminta dan mengurus pemberkasan itu. Kalau begitu-begitu dijadikan pidana yang serius, menimbulkan kesan kriminalisasi," katanya.
Seperti diketahui, pada 2 Februari 2015, seorang perempuan bernama Feriyani Lim melaporkan Abraham Samad ke Bareskrim dengan tuduhan memalsukan dokumen.
Pelaporan kasus tersebut ke Bareskrim dilakukan di tengah ketegangan antara KPK dan Polri. Ketegangan berawal ketika KPK menetapkan Komjen Budi Gunawan menjadi Kapolri, padahal Budi sedang disiapkan menjadi Kapolri. Tak lama kemudian, Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto ditangkap Bareskrim dan dijadikan tersangka dugaan kasus mengarahkan saksi memberikan keterangan palsu di Mahkamah Konstitusi. Lalu, satu persatu, tiga pimpinan KPK lainnya dilaporkan ke polisi dan saat ini semuanya diproses oleh Bareskrim.