Suara.com - Mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana dilaporkan ke Polres Jakarta Barat, semalam. Ia dilaporkan oleh Pembela Kesatuan Tanah Air Indonesia Bersatu karena dianggap melakukan pencemaran nama baik lewat pernyataannya yang menyebut Komisaris Jenderal Budi Gunawan sedang menggunakan jurus mabuk.
Ketua DPP Pekat Jimmy I Rimba menyesalkan Denny mengeluarkan pernyataan seperti itu di media massa. Menurut dia, sebagai tokoh yang memahami hukum, seharusnya Denny bisa menghormati proses hukum yang sedang ditempuh oleh Budi dengan mengajukan praperadilan sehingga belum memenuhi panggilan KPK.
Untuk menanggapi laporan itu, denny mengirimkan statement yang cukup panjang kepada suara.com, Kamis (5/2/2015) pagi. Berikut ini pernyataan lengkap Denny.
Saya memandang pelaporan semacam ini sebagai konsekuensi perjuangan karena membela KPK yang diserang balik setelah menetapkan Budi Gunawan sebagai tersangka korupsi kepemilikan rekening gendut. Padahal, tidak hanya KPK, saya juga membela Polri dari digunakan dan ditarik-tarik ke dalam perkara pribadi sangkaan korupsi Budi Gunawan tersebut.
Dengan pelaporan polisi ini saya merasa terhormat karena disejajarkan dengan para pimpinan KPK yang juga satu demi satu telah dilaporkan polisi, lagi-lagi karena mentersangkakan korupsi Budi Gunawan atas kepemilikan rekening gendut.
Sebenarnya komentar saya bahwa tersangka korupsi Budi Gunawan menggunakan "jurus pendekar mabuk" adalah pendapat dengan menggunakan kiasan dan analogi.
Bagi saya yang normal dan "tidak mabuk" adalah sikap ksatria Bambang Widjojanto yang bersedia hadir memenuhi panggilan penyidik Polri, bukan sebaliknya sikap menghindar Budi Gunawan yang tidak memenuhi panggilan KPK.
Bagi saya yang normal dan "tidak mabuk" adalah sikap ksatria Bambang Widjojanto yang mengajukan pengunduran diri setelah ditetapkan Polri tersangka, dan bukan sikap malah maju terus Budi Gunawan setelah ditetapkan tersangka korupsi oleh KPK.
Bagi saya yang normal dan "tidak mabuk" adalah sikap ksatria Bambang Widjojanto yang tidak mengajukan gugatan praperadilan penetapan tersangkanya, padahal dia berhak melakukannya karena telah ditangkap dengan sewenang-wenang; dan bukan pengajuan praperadilan atas penetapan tersangka korupsi Budi Gunawan yang nyata-nyata tidak berdasar secara KUHAP.
Pilihan-pilihan sikap tidak normal oleh Budi Gunawan itulah yang saya analogikan sebagai "jurus pendekar mabuk", karena memberikan contoh buruk, dan bisa merusak tatanan hukum acara pidana. Sikap yang tidak dapat dijadikan contoh demikian sayangnya dilakukan oleh calon Kapolri, yang harusnya menjadi tauladan, dan karenanya saya merasa berkewajiban menyampaikan penolakan dengan pernyataan yang jelas dan tegas.
Jika sikap jelas dan tegas saya dengan menggunakan analogi "jurus pendekar mabuk" itu malah dikriminalisasi, tentu ini sangat disayangkan. Ini adalah pemasungan atas kebebasan berpendapat. Pembungkaman dengan cara-cara otoriter seperti ini tentu tidak dapat ditoleransi, dan harus dilawan.