Ketua Badan Pengurus Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia Alvon Kurnia Palma menilai Presiden Joko Widodo belum berhasil menyelesaikan kisruh politik yang diawali dengan pengajuan Komjen Budi Gunawan menjadi calon tunggal Kapolri, disusul penetapan Budi menjadi tersangka oleh KPK, lalu "dibalas" oleh Polri dengan menangkap Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto.
"Kegagalan Presiden untuk mengambil sikap tegas dalam agenda pemberantasan korupsi ini, apabila berlarut-larut akan membuka ruang bagi kelompok antidemokrasi untuk bisa mengail di air keruh, maupun mengambil alih kekuasaan," kata Alvon dalam pernyataan tertulis yang dikirim kepada suara.com, Minggu (1/2/2015).
Menurut YLBHI, delegitimasi terhadap Presiden terpilih Pemilu 2014 yang baru berumur 100 hari bisa menjadi ancaman bagi keberlangsungan demokrasi.
Alvon menambahkan dalam situasi, di mana Presiden dari awal sudah mengalami defisit dukungan politik, adalah ironi ketika partai-partai politik pengusung Presiden pun sudah mulai menunjukkan tanda-tanda pembangkangan, bahkan ada yang secara aktif melakukan sabotase politik.
"Dan dengan kapasitas kepemimpinan yang masih harus diuji dan ditingkatkan agar bisa bertahan hingga lima tahun ke depan,tidak ada pilihan lain, Presiden Jokowi harus segera menggalang dukungan politik dari segenap kelompok pro-demokrasi dan anti-korupsi dan segenap pihak yang peduli tanpa dibatasi sekat golongan, apalagi kepartaian," katanya.
Presiden, kata Alvon, harus berani melawan kelompok antidemokrasi dan prokorupsi, termasuk yang sudah berada di dalam lingkaran dalam saat ini.
"Presiden harus memulainya dengan mempertegas sikap dan komitmennya terhadap agenda pemberantasan korupsi serta mendorong kerja KPK, serta menegaskan tentang pentingnya dukungan dari segenap institusi penegak hukum terkait hal tersebut, seperti halnya yang dilakukan Presiden SBY dalam episode Cicak vs Buaya jilid pertama," katanya.
"Kegagalan Presiden untuk mengambil sikap tegas dalam agenda pemberantasan korupsi ini, apabila berlarut-larut akan membuka ruang bagi kelompok antidemokrasi untuk bisa mengail di air keruh, maupun mengambil alih kekuasaan," kata Alvon dalam pernyataan tertulis yang dikirim kepada suara.com, Minggu (1/2/2015).
Menurut YLBHI, delegitimasi terhadap Presiden terpilih Pemilu 2014 yang baru berumur 100 hari bisa menjadi ancaman bagi keberlangsungan demokrasi.
Alvon menambahkan dalam situasi, di mana Presiden dari awal sudah mengalami defisit dukungan politik, adalah ironi ketika partai-partai politik pengusung Presiden pun sudah mulai menunjukkan tanda-tanda pembangkangan, bahkan ada yang secara aktif melakukan sabotase politik.
"Dan dengan kapasitas kepemimpinan yang masih harus diuji dan ditingkatkan agar bisa bertahan hingga lima tahun ke depan,tidak ada pilihan lain, Presiden Jokowi harus segera menggalang dukungan politik dari segenap kelompok pro-demokrasi dan anti-korupsi dan segenap pihak yang peduli tanpa dibatasi sekat golongan, apalagi kepartaian," katanya.
Presiden, kata Alvon, harus berani melawan kelompok antidemokrasi dan prokorupsi, termasuk yang sudah berada di dalam lingkaran dalam saat ini.
"Presiden harus memulainya dengan mempertegas sikap dan komitmennya terhadap agenda pemberantasan korupsi serta mendorong kerja KPK, serta menegaskan tentang pentingnya dukungan dari segenap institusi penegak hukum terkait hal tersebut, seperti halnya yang dilakukan Presiden SBY dalam episode Cicak vs Buaya jilid pertama," katanya.