Suara.com - Sejumlah siswa SMAN 9 Kota Bandung melakukan aksi sujud syukur terkait Ujian Nasional (UN) yang tidak menjadi indikator kelulusan siswa di Taman Alun-Alun Kota Bandung, Rabu (28/1/2015).
"Kita harus mensyukuri perjalanan panjang guru-guru yang keberatan dengan adanya UN, sekarang benar-benar menuai hasil," kata Ahmad Taufan, Ketua Federasi Guru Independen Indonesia (FGII) Jawa Barat di Bandung, Rabu.
FGII dan guru lainnya sudah mengajukan keberatan dan menggugat pengadaan UN sebagai indikator kelulusan siswa lebih sejak 15 tahun.
"Pada 2006 pernah diajukan gugatan ke Mendiknas Bambang Sudibyo, keputusannya dimenangkan tapi kenyataannya UN tetap berjalan," katanya.
Demikian halnya saat berganti kepada Muhamad Nuh, kata Taufan pelaksaan UN tetap ada, dengan indikator tersebut sangat memberatkan siswa SD sampai SMA.
Akhirnya banyak fakta dan data terungkap terkait kecurangan pelaksanaan UN dari SD sampai SMA.
Namun kebijakan pemerintah Jokowi-JK melalui Menteri Pendidikan Anis Baswedan mengubah UN tidak lagi sebagai penentu kelulusan siswa, tapi pemetaan keberhasilan siswa.
"Tahun lalu UN SD sudah tidak menjadi indikator kelulusan, kami bersyukur pada pemerintah sekarang SMP dan SMA juga sama," katanya.
Namun menurut dia, dengan perubahan format indikator kelulusan ini tidak berarti membuat siswa bisa bersantai, sebaliknya tetap harus belajar dengan keras untuk masa depannya.
"Banyak siswa yang berprestasi dan diterima di PTN dengan jalur undangan gagal karena tidak lulus UN, sekarang harusnya tidak seperti ini lagi," katanya.