Kecelakaan Maut Pondok Indah Bukti Indonesia Darurat Narkoba

Ardi Mandiri Suara.Com
Selasa, 27 Januari 2015 | 06:43 WIB
Kecelakaan Maut Pondok Indah Bukti Indonesia Darurat Narkoba
Mobil Mitsubishi Outlander yang terlibat kecelakaan yang sebabkan empat orang tewas di Jalan Iskandar Muda, Arteri Pondok Indah, Jakarta Selatan, (foto: Nico Cristianto)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menyatakan bahwa kecelakaan fatal di Jalan Arteri Pondok Indah, Jakarta Selatan, Selasa (20/1/2015) malam merupakan salah satu bukti bahwa Indonesia tengah mengalami darurat narkoba.

"Kita anggap sebagai darurat narkoba, dan semua pihak harus mengambil bagian untuk menanganinya," kata Deputi Keluarga Sejahtera dan Pemberdayaan Keluarga (KSPK) BKKBN Sudibyo Alimoeso di Jakarta, Senin (26/1/2015.

Pernyataan tersebut disampaikan terkait karena pada kasus kecelakaan tersebut, pengemudinya, Christopher Daniel Sjarief positif mengonsumsi narkoba jenis Lycergic Syntetic Diethylamide (LSD) sebelum terjadi tabrakan itu.

Menanggapi hal tersebut, Sudibyo menjelaskan, pengertian darurat narkoba tersebut diterjemahkan sebagai ungkapan betapa merisaukannya narkoba itu bagi kelangsungan kualitas manusia.

"Semua pihak harus ikut menanganinya, termasuk keluarga dan masyarakat, karena ini bukan hanya tanggung jawab pemerintah," katanya.

Dia menambahkan, sangat disayangkan jika ternyata seseorang mengonsumsi narkoba karena kurangnya pengetahuan terhadap dampak penggunaan narkoba dan juga karena akibat kurangnya pengawasan keluarga.

"Sudah barang tentu peran keluarga juga sangat menentukan. Para orang tua harus bisa menjalin komunikasi yang baik, komunikasi yang berkualitas dengan anak-anaknya," katanya.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo mengatakan ada sebanyak 40-50 orang di Indonesia yang meninggal setiap hari karena narkoba.

Selain itu, berdasarkan statistik yang dikemukakan, di Indonesia telah terdapat 4,5 juta orang yang terkena, serta, ada 1,2 juta orang yang sudah tidak bisa direhabilitasi karena kondisinya dinilai sudah terlalu parah. (Antara)

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI