PPP: KPK dan Polri, Jangan Ada yang Merasa Lebih Super

Siswanto Suara.Com
Minggu, 25 Januari 2015 | 13:38 WIB
PPP: KPK dan Polri, Jangan Ada yang Merasa Lebih Super
Ratusan orang berpakaian putih memberikan petisi di sebuah spanduk dengan tulisan #saveKPK pada acara car free day di Bundaran HI, Jakarta, Minggu (25/1). [suara.com/Oke Atmaja]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Komisi Pemberantasan Korupsi dan Polri sebagai institusi penegak hukum sebaiknya saling bekerja sama dalam menegakkan hukum, utamanya dalam memberantas tindak pidana korupsi. Kedua institusi harus saling mendukung dan memiliki komitmen yang sama, demikian dikatakan oleh Ketua DPP PPP Bidang Komunikasi dan Hubungan Media, Arman Remy, Minggu (25/1/2015).

"Kedua institusi harus saling menghargai, sebagaimana kita ketahui bahwa tugas KPK juga melakukan supervisi (Pasal 6 b UU 30/2002), dengan itu Polri tidak perlu tersinggung atau merasa dizolimi ketika misalnya KPK mengambil alih penyidikan atau penuntutan terhadap pelaku tindak pidana korupsi yang sedang dilakukan oleh kepolisian atau kejaksaan," kata Arman kepada suara.com.

Arman juga meminta kedua institusi saling berkoordinasi dan jangan merasa lebih super antar institusi yang satu dengan yang lainnya. Dalam menjalankan tugas masing-masing, kata Arman, jangan sampai timbul kesan saling balas dendam.

Seperti diketahui, KPK mengumumkan calon tunggal Kapolri Komisaris Jenderal Budi Gunawan menjadi tersangka dugaan kasus korupsi. Beberapa hari kemudian, Bareskrim Mabes Polri langsung merespons pengaduan masyarakat dan menangkap Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto serta menjadikannya tersangka kasus Pemilukada Kotawaringin Barat tahun 2010, dimana pada saat itu Bambang masih berstatus advokat yang menjalankan tugasnya mendampingi klien ketika berperkara di Mahkamah Konstitusi.

Dan kemarin, Sabtu (24/1/2015), belum selesai kasus Bambang, Wakil Ketua KPK Adnan Pandu Praja dilaporkan ke Bareskrim Mabes Polri oleh ahli waris pemilik PT Deasy Timber.

"Jadi, belum selesai yang satu, sudah muncul lagi kasus yang sama dalam rentang waktu yang hampir bersamaan. Jadi tidak bisa dipungkiri kesan masyarakat saling balas dendam atau muncul kesan Cicak vs Buaya jilid II," kata Arman.

Agar persoalan ini tidak semakin berlarut-larut, Presiden Jokowi diminta segera mengambil langkah tegas.

"Presiden bertindak untuk memanggil institusi penegak hukum (KPK, Polri, dan Kejaksaan Agung) untuk menegaskan supaya dalam menjalankan tugas masing-masing jangan saling gesek-gesekan. Masih segar dalam ingatan kita, apalagi Pemerintahan Presiden Jokowi - JK masih 100 hari ketika Pilpres dulu ber janji untuk menciptakan good governance," kata Arman.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI