Suara.com - Memanasnya hubungan antara institusi Komisi Pemberantasan Korupsi dan Kepolisian Republik Indonesia akhir-akhir ini dinilai semakin menegaskan bahwa kekhawatiran Jusuf Kalla dulu (sebelum Pilpres 2014) bahwa kalau Joko Widodo menjadi Presiden RI, Indonesia bisa hancur, menjadi kenyataan.
"Ini menggambarkan, kata-kata Pak JK dulu itu jadi benar. Dulu ngomong kalau Jokowi jadi Presiden, hancur negara ini," kata anggota Dewan Pembina Partai Demokrat Achmad Mubarok, Minggu (25/1/2015).
"Kenapa? karena jam terbang Jokowi enggak cukup. Pengalaman dia tidak memadai jadi Presiden," Guru Besar Psikologi Islam UIN Jakarta menambahkan.
Tapi, kata Mubarok, ia tidak bisa menyalahkan Jokowi atas kasus KPK - Polri. Menurut dia, justru yang salah adalah orang-orang yang dulu memilih Jokowi.
"Jokowi adanya segitu. Pengalamannya segitu, ya gimana, yang salah yang milih dulu," kata Mubarok.
Mubarok menambahkan, dalam kondisi seperti sekarang, sulit untuk memberikan masukan kepada pemerintah untuk menyelesaikan masalah itu.
"Karena Jokowi tidak konsisten, ketika mau pilih Menteri dulu minta tolong KPK, lalu ada tanda kuning atau merah itu. Tapi ketika pilih Kapolri, ia tidak minta bantuan KPK. Ini kan tak konsisten. Bahkan, tidak gunakan Wanjakti di Mabes Polri," katanya.
Mubarok mengatakan sebenarnya apa yang dilakukan Jokowi saat memilih menteri dan melibatkan KPK dan PPATK itu sudah benar.
Seperti diketahui, setelah KPK menetapkan calon Kapolri Komisaris Jenderal Budi Gunawan menjadi tersangka dugaan kasus tindak pidana korupsi, hubungan antara KPK dan Polri memanas. Lalu, gantian Polri menetapkan Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto menjadi tersangka kasus mengarahkan saksi memberikan keterangan palsu di Mahkamah Konstitusi.