Suara.com - Idealnya, menolong orang dapat membawa kebaikan bagi seseorang. Namun, tak jarang pula malah justru memberikan masalah baru bagi si penolong.
Hal itulah yang dialami Mohammad Gulab, seorang warga desa di Afghanistan. Menolong seorang penembak jitu pasukan khusus Angkatan Laut Amerika Serikat (AS), SEAL, Gulab justru jadi target pembunuhan Taliban.
Semua berawal pada tahun 2005, ketika seorang penembak jitu Navy SEAL, Marcus Luttrell dan tiga rekannya disergap pasukan Taliban di Afghanistan. Pertempuran sengit menewaskan ketiga rekan Luttrell.
Meski mengalami patah tulang punggung dan luka pecahan peluru pada sekujur tubuhnya, Luttrell jadi satu-satunya yang selamat. Beruntung, seorang warga desa yang baik hati menolong Luttrell. Si warga desa, yang tak lain adalah Gulab, kemudian membawa Luttrell ke rumahnya dan menyembunyikannya sampai pasukan bantuan AS datang menjemputnya.
Kisah Gulab dan Luttrell diangkat dalam sebuah film Hollywood berjudul Lone Survivor. Luttrell sendiri juga merupakan rekan dari Chris Kyle, penembak jitu SEAL yang kisahnya juga diangkat ke dalam film American Sniper.
Jadi pahlawan bagi Amerika Serikat karena menolong Luttrell, namun tak demikian halnya bagi Taliban. Kehidupan Gulab menjadi kian berat usai dirinya menolong si penembak jitu.
Ia harus meninggalkan kampung halamannya demi menghindar dari kejaran Taliban. Bahkan, ia pernah hampir tertangkap dan tertembak di bagian kakinya.
Kini, Gulab ingin pindah ke Amerika. Ia merasa, hanya di negara itu saja dirinya bisa aman. Namun, masuk ke Amerika tak semudah membalikkan telapak tangan.
Meski sudah menolong salah satu tentaranya, pemerintah Amerika Serikat tak begitu saja mengabulkan permintaan Gulab. Apalagi jika bukan lantaran birokrasi yang sulit dan lambat bagi seorang seperti Gulab yang notabene berasal dari negara konflik.
Kini, kasus Gulab ditangani Michael Wildes, pengacara yang menangani urusan keimigrasian. Ia membantu Gulab mendapat izin tinggal di Amerika Serikat secara cuma-cuma.