"Jadi, Presiden Jokowi harus konsisten, seperti yang dilakukan minggu lalu. Dengan melaksanakan hukuman mati tersebut mudah-mudahan kejahatan narkoba bisa ditekan agar Indonesia bebas dari narkoba," kata Arman.
Lebih jauh, Arman menyebutkan dampak negatif dari narkoba. Pertama, secara biologis bisa merusak fisik, jiwa, dan raga korban. Kedua, merusak generasi bangsa ke depan. Ketiga, menciptakan kemiskinan karena memerlukan penyembuhan yang berkelanjutan dan memerlukan waktu yang panjang. Empat, mengakibatkan kematian. Kelima hilangnya harapan masa depan orang tua korban. Enam, negara kehilangan generasi yang berpotensi menjadi pemimpin di masa depan.
"Sehingga warga negara asing dan WNI yang melakukan kejahatan kemanusiaan ini wajar dihukum mati," kata Arman.
Sebelumnya, Jaksa Agung HM Prasetyo mengungkapkan bahwa eksekusi terhadap enam terpidana mati kasus narkotika pada 18 Januari 2015 baru gelombang pertama. Ia menegaskan nanti akan disusul eksekusi gelombang berikutnya.
"Dan pada gelombang berikutnya, kita akan masih mendahulukan para terpidana mati perkara kejahatan narkotika," kata Prasetyo dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (15/1/2015).
Jaksa Agung juga mengatakan bahwa pelaksanaan eksekusi mati yang dilakukan tanpa mengabaikan hak hukum para terpidana ini untuk memberi pesan kepada jaringan sindikat narkotika internasional bahwa Indonesia tidak main-main dalam memerangi kejahatan narkotika.
Prasetyo menegaskan bahwa Indonesia tidak akan kompromi dengan jaringan sindikat narkotika. Indonesia, katanya, akan konsisten bersikap keras dan tanpa ampun kepada para bandar maupun pengedar narkotika.
"Bahkan, Presiden katakan tak ada maaf bagi para pelaku kejahatan narkotika," kata Prasetyo.