KPK Mulai Periksa Saksi Kasus Budi Gunawan

Siswanto Suara.Com
Senin, 19 Januari 2015 | 11:07 WIB
KPK Mulai Periksa Saksi Kasus Budi Gunawan
Komisaris Jenderal Budi Gunawan (paling bawah) [suara.com/Kurniawan Mas'ud]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Komisi Pemberantasan Korupsi mulai memeriksa saksi dalam penyidikan kasus dugaan tindak pidana korupsi terkait transaksi-transaksi mencurigakan dengan tersangka Komisaris Jenderal Budi Gunawan.

Hari ini, Senin (19/1/2015), KPK memanggil Direktur Penyidikan Pidana Umum Badan Reseserse Kriminal Polri Brigjen Herry Prastowo dan dosen utama Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian Kombes Ibnu Isticha sebagai saksi.

"Keduanya diperiksa untuk tersangka BG (Budi Gunawan)," kata Kepala Bagian Pemberitaan dan Informasi Priharsa Nugraha.

Sebelumnya, Ketua KPK menyatakan bahwa kasus tersebut akan dipercepat agar tidak menimbulkan kegaduhan di masyarakat.

Komjen Budi Gunawan, saat ini masih menjabat sebagai Kepala Lembaga Pendidikan Polri meski sudah disetujui oleh DPR sebagai pengganti Kapolri Jenderal Sutarman.

Namun Presiden Joko Widodo pada Jumat (16/1/2015) memerintahkan Wakapolri Komjen Badrodin Haiti untuk melaksanakan tugas dan wewenang tanggung jawab Kapolri.

Dalam perkara ini, KPK sudah mencegah empat orang pergi keluar negeri, mereka adalah Budi Gunawan, anak Budi, Muhammad Herviano Widyatama, asisten Budi, anggota Polri Iie Tiara, dan pengajar Widyaiswara Utama Sespim Lemdikpol Inspektur Jenderal Syahtria Sitepu, sejak 14 Januari 2015.

Budi Gunawan diduga terlibat dalam transaksi-transaksi mencurigakan sejak menjabat sebagai Kepala Biro Pembinaan Karir Deputi Sumber Daya Manusia di Mabes Polri 2003-2006 dan jabatan lainnya di Mabes Polri.

KPK menyangkakan Komisaris Jenderal Polisi Budi Gunawan berdasarkan pasal 12 huruf a atau b pasal 5 ayat 2 pasal 11 atau pasal 12 B UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Pasal tersebut mengatur mengenai pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji padahal patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk melakukan atau tidak melakukan terkait jabatannya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI