YLBHI: Hukuman Mati Inkonsisten terhadap Visi Misi Jokowi

Siswanto Suara.Com
Minggu, 18 Januari 2015 | 06:47 WIB
YLBHI: Hukuman Mati Inkonsisten terhadap Visi Misi Jokowi
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Dini hari tadi, enam narapidana kasus narkotika telah dieksekusi mati di dua tempat.

Lima narapidana dieksekusi di lapangan tembak Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah, dan satu lagi di Boyolali. Eksekusi dilakukan dengan cara ditembak sampai mati.

Mereka adalah Namaona Denis (48) warga Negara Malawi, Marco Archer Cardoso Moreira (53) warga Brasil, Daniel Enemuo alias Diarrassouba Mamadou (38) warga Nigeria, Ang Kiem Soei alias Kim Ho alias Ance Tahir (62) kewarganegaraan tidak jelas, Tran Thi Bich Hanh (37) warga Vietnam, dan Rani Andriani alias Melisa Aprilia Warga Cianjur, Jawa Barat.

Direktur Advokasi dan Kampanye Yayasan LBH Indonesia Bahrain menilai hukuman mati dalam sistem hukum Indonesia adalah inkonstitusional karena bertentangan dengan Pasal 28 huruf A dan Huruf I ayat (1) yang melindungi hak hidup sebagai hak konstitusional dalam UUD 1945 dan tidak sesuai dengan Sila ke II Kemanusiaan yang adil dan beradab dari Pancasila.

"Hak hidup adalah hak kodrati yang tidak bisa diganggu gugat oleh siapapun dan dalam keadaan apapun (Non-Derogable), sebagaimana hal ini juga dijamin dan dilindungi oleh UUD 1945," kata Bahrain, Minggu (18/1/2015).

Itu sebabnya, Yayasan LBH Indonesia mendesak Presiden Jokowi untuk menghentikan proses eksekusi mati terhadap terpidana mati sebagai wujud komitmen menegakkan hukum secara manusiawi dan melindungi HAM karena bertentangan dengan semangat dari prinsip-prinsip negara hukum dan konstitusi negara dan upaya penuntasan pelanggaran hak asasi manusia.

Bahrain mengatakan hukum Indonesia adalah warisan dan peninggalan Belanda. Pada saat itu, hukuman mati hanya ditujukan kepada pribumi sebagai upaya politik untuk membunuh perlawanan pribumi terhadap penjajah yang bertentangan dengan prinsip HAM. Sementara, pada saat itu hukuman mati ini telah dihapuskan oleh Belanda pada tahun 1890-an, disaat menjajah Indonesia.

Meskipun Belanda telah menghapus hukuman mati, kata Bahrain, Indonesia masih memberlakukan hukuman tersebut dalam sistem hukum Indonesia.

Sebelumnya, Jaksa Agung HM Prasetyo me­negaskan untuk gelombang pertama dan berikutnya kejaksaan mendahulukan pelaksanaan ek­sekusi mati untuk narapidana kejahatan narkotika. Eksekusi ini dilakukan sebagai bukti komit­men pemerintah untuk mem­berantas peredaran narkoba di dalam negeri.

Jaksa Agung mengatakan pelaksanaan eksekusi mati dilakukan tanpa mengabaikan hak-hak terpidana, merupakan penegasan dan sinyal kepada para pelaku jaringan sindikat narkotika bahwa Indone­sia tidak main-main memerangi kejahatan narkotika.

"Indonesia tidak akan berkompromi dengan jaringan sindikat narkotika dan akan tetap konsisten bersikap keras dan tegas, tiada ampun bagi bandar dan pengedar. Bahkan presiden pun mengatakan tidak ada maaf,” kata Jaksa Agung.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI