Suara.com - Otoritas Arab Saudi melaksanakan hukuman pancung terhadap seorang perempuan di depan umum. Si perempuan, warga Arab Saudi asal Myanmar, dipancung di Mekkah setelah dinyatakan bersalah atas tuduhan pelecehan seksual dan pembunuhan.
Nyawa Laila Bin Abdul Muttalib Basim, seorang perempuan asal Myanmar yang berdomisili di Arab Saudi, berakhir di mata pedang algojo Saudi hari Senin awal pekan ini. Laila divonis mati atas tuduhan pelecehan seksual dan pembunuhan putri tirinya yang masih berusia tujuh tahun.
Eksekusi mati itu direkam dalam sebuah video amatir yang beredar luas di situs berbagi video, Youtube. Sebelum lehernya ditebas, Laila tampak berteriak, "Saya tidak membunuh. Saya tidak membunuh". Dalam waktu singkat, video tersebut dihapus oleh pihak pengelola Youtube.
Kasus Laila, sebagaimana kasus yang berakhir dengan hukum pancung lainnya, kembali menuai kritik dari kalangan pembela hak asasi manusia. Alasannya, eksekusi itu dilakukan di depan umum dan si terpidana mati dibiarkan merasakan sakit saat dieksekusi.
Kementerian Dalam Negeri Saudi, dalam pernyataannya mengatakan, hukuman itu diberikan lantaran kebrutalan dari kejahatan yang ia lakukan. Pemenggalan kepala sebagai hukuman juga bukan hal baru di negeri tersebut. Dalam dua minggu pertama di tahun ini, kerajaan Saudi telah memancung tujuh orang.
Pemenggalan Laila mengemuka setelah mencuatnya kisah Raif Badawi, seorang blogger yang divonis 1.000 hukum cambuk dan 10 tahun penjara setelah dinyatakan bersalah membuat situs liberal dan sekular bernama Free Saudi Liberals. Raif harus menerima cambukan setiap hari Jumat sampai 18 bulan ke depan.
Sarah Leah Wilson, direktur Human Right Watch (HRW) untuk kawasan Timur Tengah dan Afrika Utara mengatakan, "Corporal punishment (hukuman di mana terpidana mati dibiarkan merasakan sakit saat eksekusi-red) bukan hal baru di Arab Saudi, namun mencambuk aktivis perdamaian yang mencoba mengemukakan gagasannya adalah suatu bentuk intoleransi".
Amnesti internasional juga mengecam hukuman tersebut serta menggelar kampanye dukungan bagi pembebasan si blogger. Hari Jumat, (16/1/2015), sedianya Raif menerima hukum cambuknya. Namun, pelaksanaan hukuman ditunda karena alasan medis.