Suara.com - Apakah Presiden Joko Widodo tetap melantik Komisaris Jenderal Budi Gunawan menjadi Kapolri atau membatalkannya, itu teka teki yang menarik. Soalnya, persetujuan DPR terhadap calon tunggal yang dipilih Jokowi menjadi Kapolri, sesungguhnya merupakan catur politik.
Hal itu dikatakan oleh anggota Dewan Pembina Partai Demokrat, Achmad Mubarok, kepada suara.com, Jumat (16/1/2015).
"Mau fight atau tidak. Jokowi memang serba salah sekarang ini. Mengangkat (Budi) salah, tidak mengangkat disalahkan," kata Mubarok. "Maka, tinggal Jokowi saja, menjadi orang bodoh atau orang pintar."
Menurut Mubarok kalau Jokowi tetap mengangkat Budi menjadi Kapolri, itu merupakan keputusan yang akan sangat membawa situasi yang memberatkan bagi Jokowi.
"Kalau dia cerdik, maka tidak akan diangkat, dibiarkan saja sampai semua suara muncul, termasuk yang menolak, maka setelah itu nanti dia mengambil keputusan," kata Mubarok.
Mubarok menambahkan tidak ada salahnya Jokowi menunda pelantikan Kapolri baru, mengingat posisi Kapolri tidak akan kosong karena masih bisa dipimpin Jenderal Sutarman sampai masa bhakti Sutarman selesai.
Mubarok berharap Jokowi cerdik sehingga bisa bebas dari tekanan partai dan bisa keluar dari azas ketidakpatutan. Maksudnya, Jokowi tidak melantik orang yang sudah menjadi tersangka menjadi Kapolri.
Mubarok mengatakan blunder-nya kasus ini sama dengan kebijakan Jokowi menaikkan harga BBM bersubsidi. Walaupun kemudian diturunkan lagi karena harga minyak dunia turun, tapi tidak diikuti penurunan harga sembako yang sudah keburu naik.
"Korbannya rakyat," kata Mubarok.
Mubarok mengingatkan Jokowi bahwa KPK sudah memiliki lebih dari dua alat bukti untuk menetapkan Budi menjadi tersangka. Artinya, itu tidak main-main dan dalam waktu dekat Budi bisa ditahan.