Suara.com - Black box, perangkat canggih berwarna jingga yang terpasang di pesawat, seolah menjadi harta paling berharga dan harus ditemukan saat sebuah pesawat jatuh. Black box menyimpan data penerbangan dan rekaman pembicaraan dalam kokpit beberapa saat sebelum pesawat jatuh. Data dan rekaman itulah yang dipakai untuk menyelidiki dan mengetahui penyebab pasti jatuhnya pesawat.
Namun, yang mempersulit pencarian black box adalah ketika pesawat itu jatuh di perairan. Black box, yang terpasang pada bagian depan dan ekor, akan tenggelam bersama bangkai pesawat. Parahnya lagi, sinyal yang dikeluarkan suar black box itu hanya bisa terdeteksi pada jarak dekat.
Sebenarnya, tidak semua black box tenggelam jika jatuh ke perairan. Di pesawat-pesawat militer, black box dapat terlontar secara otomatis dan mengapung di atas permukaan air begitu pesawat itu jatuh.
Sejatinya, black box semacam ini, yang juga biasa disebut deployable, bukanlah perangkat baru. Black box yang bisa terlontar secara otomatis sudah ditemukan oleh Dewan Riset Nasional pemerintah Kanada pada tahun 1960-an. Ribuan black box macam ini sudah terpasang di pesawat-pesawat tempur, termasuk jet-jet tempur F/A-18 Angkatan Laut Amerika Serikat, pesawat-pesawat kecil, dan helikopter.
DRS Technologies, anak perusahaan Finmeccanica SpA asal Italia, juga membuat alat serupa. Sebanyak 5.000 unit alat ini, sebagian besarnya sudah terpasang di pesawat-pesawat militer. Menurut direktur program di perusahaan tersebut, Blake van den Heuvel, harga per unitnya mencapai 30.000 Dolar atau sekitar Rp381 juta.
"(Pembuatan alat) ini tidak didukung oleh (pabrikan pesawat) dan para pembuat regulasi - karena deployable berharga lebih tinggi," kata van den Heuvel.
Pesawat komersial sudah memiliki dua black box. Namun, sebenarnya salah satunya bisa diganti dengan black box yang bisa terlontar otomatis. Sayang, teknologi tersebut belum teruji pada pesawat komersial karena ada kekhawatiran akan tingginya harga. Selain itu, belum ada kemauan dari para pembuat regulasi penerbangan untuk membuat peraturan yang mewajibkan alat itu terpasang pada pesawat komersial.
Seorang juru bicara Honeywell International Inc., salah satu produsen pembuat black box mengatakan, perusahaan mereka tidak membuat black box yang bisa terlontar secara otomatis lantaran tidak diwajibkan oleh pembuat regulasi atau oleh pelanggannya. Berbeda jauh dengan harga black box otomatis, black box buatan Honeywell hanya dihargai 13.000 hingga 16.000 Dolar atau sekitar Rp165 juta hingga Rp203 juta per unitnya.
Mike Poole, seorang mantan pakar teknologi perekaman penerbangan di Badan Keselamatan Transportasi Kanada, mengatakan, ketimbang mengupayakan black box mahal itu terpasang pada pesawat komersial, lebih baik mengusahakan sebuah sistem pelacakan data secara real time.
"Alat perekam yang ada sekarang sangat bisa diandalkan dan efektif, selain itu sangat jarang sekali tidak ditemukan," kata Poole. (Reuters)