Suara.com - Bau tak sedap mengudara di sekitar RSUD Sultan Iskandar, Pangkalan Bun, Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah (Kalteng). Seluruh orang yang berada di ruang jenazah rumah sakit ini pun harus menutup rapat hidungnya, agar bau tersebut tidak kentara tercium.
Bau inilah yang belakangan setiap harinya menyeruak, ketika kantong jenazah bertuliskan Basarnas datang ke tempat itu. Rumah sakit ini memang menjadi tempat untuk pembersihan dan penyimpanan jenazah yang datang, dari peristiwa jatuhnya pesawat AirAsia QZ8501 di Selat Karimata.
Tak jarang, ada tetesan air berwarna kuning yang seakan menjadi jejak, ktika keranda dorong melesat menuju ruangan tim Disaster Victim Identification (DVI) di rumah sakit ini. Saat tetesan itu mengendap di lantai, maka bau tak sedap pun akan semakin tajam.
Peristiwa ini pun terjadi dan berulang setiap harinya. Saat itulah, tiga orang perempuan biasanya langsung muncul. Dengan peralatan seadanya, mereka menghapus jejak tersebut. Pipa paralon dan handuk dimodifikasi mereka menjadi alat pel, dan tetesan air dari jenazah itu pun tuntas mereka seka.
Sarinah (23) adalah salah satu di antara para perempuan itu. Perempuan beranak satu ini mengaku bekerja di RS itu sejak 2012. Dia biasa bekerja sebagai pembersih area taman dan lorong di rumah sakit tersebut, dengan waktu kerja delapan jam sehari.
Namun, sejak tanggal 1 Januari lalu, tugas Sarinah dan dua rekannya bertambah. Seiring masuknya jenazah-jenazah hasil proses evakuasi AirAsia QZ8501 ke tempat mereka bekerja, tetesan-tetesan air itu pun harus mereka bersihkan sebagai tugas tambahan.
"Sejak tanggal 1 kemarin mulainya. Lihat jenazah ini (jadi) kayak lihat anak sendiri. Jenazah masuk dulu, baru saya ngepel," ungkap Sarinah.
Manajemen RS sebenarnya menganjurkan supaya Sarinah bekerja sesuai prosedur, yaitu lengkap dengan sarung tangan dan masker. Tapi Sarinah mengaku tidak mau seperti itu. Dia mengaku malah canggung dengan alat-alat tersebut.
Hanya saja, meskipun jenazah bukanlah hal yang baru bagi Sarinah, dia mengaku tetap merasa mual dengan tetesan air dari kantong jenazah yang datang tiap hari ini. Jujur dia mengaku, dirinya pun sesekali bisa muntah.
Sebagaimana Sarinah, Anis Neni Yuliati (39) juga adalah salah satu petugas yang turut membersihkan tetesan air di lantai itu. Dia juga tak kaku memeras handuk yang dijadikan kain pel dengan tangannya, tanpa pelindung. Biasanya, untuk mencuci kain pel ini, Anis melakukannya di bawah kucuran air keran di musala rumah sakit.
Tak ada raut wajah khawatir maupun jijik dari wajah Anis saat melakukan tugasnya, memeras handuk-handuk itu. Anis sendiri mengaku pasrah saja terhadap penyakit yang bukan tak mungkin menghinggapinya.
"Toh setiap manusia akan kembali kepada-Nya," katanya tenang.
Selain didasari kewajiban sebagai petugas kebersihan rumah sakit, Anis mengatakan bahwa dia juga bekerja atas dorongan dari dalam diri sendiri. Tujuannya satu, yaitu untuk saling tolong-menolong.
"Kemauan sendiri. Kalau gini kan kita bisa menolong, saling menolong. Dulu, (ada) orang tua gak ada keluarga, buang air besar saya tolong. Apalagi ini. Kita sama-sama manusia, kan sama aja. Nasibnya aja yang beda," tuturnya.
Kisah Para Pembersih Lantai Ruang Mayat RS Pangkalan Bun
Selasa, 06 Januari 2015 | 06:16 WIB
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News
BERITA TERKAIT
Libur Natal dan Tahun Baru, Ini 3 Destinasi Wisata di Indonesia yang Bakal Banyak Dikunjungi
12 Desember 2024 | 11:05 WIB WIBREKOMENDASI
TERKINI