Edy, Komandan Pasukan Katak yang Jadi "Selebriti" Pangkalan Bun

Selasa, 06 Januari 2015 | 06:06 WIB
Edy, Komandan Pasukan Katak yang Jadi "Selebriti" Pangkalan Bun
Danden IV SatKopaska Armabar, Kapten Laut (P) Edy Tirtayasa (kanan), bercanda dengan seorang wartawan di Pangkalan Bun, Kalteng, Senin (5/1/2015). [Suara.com/Bagus Santosa]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Danden IV SatKopaska Armabar, Kapten Laut (P) Edy Tirtayasa, bisa dikatakan menjadi salah satu artis atau selebriti dadakan di Lanud Iskandar, Pangkalan Bun, Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah (Kalteng).

Seperti diketahui, Lanud Iskandar sendiri saat ini menjadi salah satu pusat perhatian dunia. Ratusan media, baik dari dalam maupun luar negeri, tengah serius meliput di tempat ini.

Lanud ini memang menjadi posko tim SAR untuk proses evakuasi jatuhnya pesawat AirAsia QZ8501 jurusan Surabaya-Singapura, selama beberapa hari belakangan. Dalam hal itu, Edy adalah salah satu komandan di lapangan, terutama untuk pasukan elitenya, Komando Pasukan Katak (Kopaska).

Perawakan Edy yang tegap dan berotot serta berkulit agak gelap, membuatnya menjadi pusat perhatian pewarta yang meliput di kawasan ini. Apalagi, setiap kemana-mana, Edy dikenal identik dengan celana pendek di atas lutut yang dikenakannya, yang membuatnya gampang dikenali sekaligus menyolok.

Gaya komunikasi komandan pasukan elite TNI AL ini sendiri juga cukup baik. Edy bahkan kerap membuat banyak pewarta takjub dan menyimak ceritanya. Guyonannya juga bisa dikatakan kerap menghibur pewarta yang sudah berhari-hari meliput di tempat itu.

Bahkan lebih jauh, tampaknya banyak jurnalis yang langsung "ngefans" kepada Edy. Tak terkecuali mereka yang kerap meminta langsung foto bareng dengannya. Edy sendiri tak canggung menerima permintaan foto bersama itu. Dia senantiasa melayaninya dengan ramah, bahkan kadang sambil bercanda lepas.

"Pak, minta foto buat istri saya pak. Tapi saya digendong ya, pak," ujar seorang pewarta media online. Mendengar itu, Edy hanya terkekeh, sambil bercanda hendak menjitak kepala sang wartawan. Lalu, kamera pun dijepretkan.

Edy mengaku, sudah 21 tahun dirinya mengabdi di satuan Kopaska. Tentu, sudah banyak asam garam dunia perselaman yang dia rasakan. Ceritanya itu sendiri oleh Edy dituturkan dengan gaya anak muda dan bahasa populer yang gampang dicerna. Salah satu ceritanya itu adalah tentang pengalaman mengarungi selat.

"Saya ini dulu waktu masih siswa, nyebrangin Selat Madura sih seminggu sekali. Tapi kalau sekarang, nggak tahu deh," kata Edy.

Berdasarkan pengalamannya yang segudang itu, Edy dan anak buahnya memang senantiasa siap diterjunkan untuk membantu proses evakuasi pesawat AirAsia berpenumpang 155 orang dan 7 kru itu. Dalam proses evakuasi AirAsia ini, Edy membawahi 41 personel Kopaska, yang diterjunkan khusus untuk melakukan operasi penyelaman bawah laut. Pasukannya itu disebar di kapal-kapal yang diperbantukan untuk menyisir wilayah perairan Selat Karimata, lokasi jatuhnya pesawat.

Pria kelahiran Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB) ini bercerita, operasi pencarian seperti ini memang lebih sulit daripada pencarian di darat. Meskipun ada alat sonar untuk mendeteksi benda di bawah laut, menurut Edy, bukan berarti dengan mudah tim penyelam akan bisa menemukan benda yang dideteksi tersebut.

Edy pun mengatakan, kawasan bawah laut Selat Karimata saat ini terkategori sulit diselami. Selain arus yang deras, tinggi gelombang menurutnya akan membuat penyelam mudah terbawa arus. Belum lagi jarak pandang yang minim, yang kadang bahkan mencapai 0 visibility (jarak nol).

Namun, Edy meyakinkan bahwa timnya bukanlah tim biasa. Dengan latihan khusus, Kopaska dipastikan telah menjadi pasukan tempur elite yang bisa siaga di segala medan. Termasuk di situasi sulit yang dihadapi saat ini.

"Cuaca buruk adalah kawan kami. Tapi pertanyaannya, sampai kapan? Jenazah bisa membusuk di lautan. Persoalan evakuasi (ini) yang menjadi PR berat kami," ujar Edy pula.

Terlepas dari itu, laki-laki berambut cepak ini mengaku memang lebih memilih meninggalkan keluarganya dan memimpin pasukan penyelam. Lagi pula menurutnya, hal itu lebih baik daripada dia hanya berdiam diri menyaksikan berita di televisi.

"Bagi Kopaska, lebih sedih kalau nggak bertugas. Ada kejadian yang menimpa saudara kita, masa kita cuma duduk nonton TV," tandasnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI