Kontroversi Keberadaan Pendatang Asing di Kawasan Puncak

Esti Utami Suara.Com
Senin, 29 Desember 2014 | 09:11 WIB
Kontroversi Keberadaan Pendatang Asing di Kawasan Puncak
Keramaian di jalur Puncak (Antara)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Keberadaan imigran pencari suaka dan pengungsi asal Timur Tengah di kawasan Puncak, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, menimbulkan pro dan kontra di masyarakat setempat.

"Bagi yang rumahnya disewa oleh imigran tentu mendapatkan keuntungan, tetapi yang tidak mendapatkan keuntungan ada kecemburuan sosial, ini yang menyebabkan keberadaan imigran kerap meresahkan masyarakat," kata Kepala Imigrasi wilayah II Bogor, Herman Lukman, Senin (29/12/2014).

Ia mengatakan dari hasil pendataan di lapangan kehadiran imigran di kawasan Puncak juga mendatangkan manfaat ekonomi bagi sebagian masyarakat setempat melalui penyewaan rumah dan belanja di pasar.

Herman mengatakan berdasarkan data yang dihimpun sejak 2012 hingga Desember 2014 jumlah imigran pencari suaka dan pengungsi yang tinggal di kawasan Puncak sebanyak 318 orang. Mereka kebanyakan berasal dari negara konflik di wilayah Timur Tengah seperti Afganistan, Pakistan, Sudan, Irak dan Palestina.

"Namun kebanyakan adalah warga Afganistan," katanya.

Rata-rata mereka yang tinggal dan menempati pemukiman warga memiliki surat keterangan resmi dari UNHCR sebagai pengungsi maupun pencari suaka. Sehingga mereka diperbolehkan tinggal selama keberadaannya mematuhi aturan dan tidak mengganggu keamanan dan ketertiban di masyarakat.

Seperti sekelompok warga Afganistan yang menempati perumahan milik Fauziah di Kampung Kopo, Desa Citeko, Kecamatan Cisarua. Mereka ada yang sudah satu tahun menempati rumah kontrakan yang sewanya mencapai Rp1,5-2 juta per bulan. 

Namun aktivitas para pendatang yang berbeda tradisi dengan penduduk lokal, memicu ketidaksukaan. Dimana karena imigran tidak boleh bekerja dan belajar, maka mereka menghabiskan waktu sehari-hari di rumah dengan bermain dan bersantai-santai.

"Ada juga warga yang melaporkan, kalau warga negara asing ini suka berpesta pora malam hari, sehingga mengganggu ketenangan warga," kata Herman.

Untuk mengantisipasi agar konflik ini tidak meruncing, Kantor Imigrasi wilayah II Bogor melakukan pengawasan terhadap orang asing secara rutin. Namun, luasnya kawasan Puncak, dan keterbatasan personel membuat pengawasan tidak optimal.

Selain itu, para pengungsi ini cukup lihai  bersembunyi dari pengawasan petugas. Menurut Herman, pihaknya berkoordinasi dengan masyarakat, dan aparat keamanan setempat untuk ikut mengawasi keberadaan para imigran tersebut.

"Sejauh ini laporan yang kami terima jumlah mereka lebih banyak dari yang ada di data, maka itu selama akhir tahun ini kami intensifkan agar mengetahui pergerakan mereka," kata Herman.

Dalam operasi yang dilakukan awal Desember lalu, sebanyak delapan warga Afganistan terjaring razia karena tidak memiliki identitas resmi. Sebelumnya, Imigrasi Wilayah II Bogor juga sudah memulangkan 19 warga negara asal Maroko yang seluruhnya perempuan karena ketahuan menjadi wanita penghibur dengan menggunakan visa turis. (Antara)

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI