Suara.com - Direktur Pusat Studi Kebijakan Publik, Sofyano Zakaria, menyarankan kepada Tim Reformasi Tata Kelola Migas untuk tetap mempertahankan produksi bahan bakar minyak (BBM) RON 88, atau premium selama jangka waktu tertentu.
Dia menilai kebijakan pemerintah untuk menghapus Ron 88 ini terkesan terburu-buru dan tanpa disertai pertimbangan yang mendalam terkait untung ruginya.
"Jadi, jangan buru-buru merekomendasikan untuk menghentikan produksi premium," kata Sofyano dalam diskusi yang bertajuk 'Selamat Tinggal Premium' di Warung Daun Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (27/12/2014).
Dia menilai penghapusan bahan bakar minyak jenis RON 88 ini belum mempunyai dasar yang sangat kuat. Hal itu dikarenakan tidak ditemukannya kerugian yang ditemukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
"Ketika RON 88 diimpor dan merugikan negara silakan dihentikan. Namun, jika tidak merugikan negara, mengapa tidak dipertahankan?" sergah Sofyano.
Sementara, Ketua Tim Reformasi Tata Kelola Migas Faisal Basri membantah pernyataan Sofyan dan mengatakan bahwa kasus penyimpangan impor RON 88 sudah lama diketahui.
"Sebelumnya sudah banyak yang tahu, seperti usulan pembentukan empat universitas yang menyarankan ini. Namun, tidak direspon sebab harga minyak saat itu sedang tinggi,"kata Faisal.