Suara.com - Eksekusi mati terhadap dua terpidana mati yang sudah memiliki kekuatan hukum tetap, dipastikan akan dilaksanakan oleh Kejaksaan Agung pada akhir tahun ini.
Hal itu dikatakan Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Tony T Spontana, kepada ANTARA di Jakarta, Kamis (25/12/2014).
"Mudah-mudahan sesuai rencana, tinggal tim di daerah menentukan hari yang terbaik," ujarnya.
Kapuspenkum menambahkan, kedua terpidana yang akan dieksekusi itu dalam kasus tindak pidana umum atau pembunuhan dan direncanakan hukuman dilakukan di Pulau Nusakambangan, Jawa Tengah.
Kedua terpidana mati itu, yakni, GS, kasus pembunuhan berencana di Jakarta Utara, dan TJ, kasus pembunuhan berencana di Tanjung Balai Karimun, Riau.
Sementara itu, empat terpidana mati lainnya yang semula akan dieksekusi tahun ini “didelay” karena masih menunggu kepastian hukumnya. Keempat terpidana mati itu terkait kasus narkoba.
"Bukan ditunda tapi 'didelay'," katanya.
Ia menegaskan, tidak ada pembatalan atau alasan lain yang dapat membatalkan rencana eksekusi tersebut.
Kendati demikian, ia mengakui pihaknya akan berkoordinasi dengan Mahkamah Agung soal adanya pengajuan Peninjauan Kembali (PK) lebih dari dua kali sesuai dari putusan Mahkamah Konstitusi (MK).
"Tentunya, kita akan berkoordinasi dengan MA soal adanya pengajuan PK lebih dari dua kali itu," katanya.
Jaksa Agung HM Prasetyo juga membantah pelaksanaan eksekusi terhadap sejumlah terpidana mati 2014 akan dibatalkan.
"Nggak ada yang bilang itu, kalian itu salah kutip itu, nggak ada istilah dibatalkan," katanya.
Ia juga mengaku sudah membicarakan hal itu dengan Mahkamah Agung (MA) untuk mencari solusi adanya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyatakan permohonan Peninjauan Kembali (PK) bisa dilakukan lebih dari satu kali.
"Kita bersama MA akan mengeluarkan apakah Perma atau apakah apapun yang itu nantinya tentunya memberikan pembatasan pengajuan PK oleh terpidana mati. Sekarang kan nggak ada batas waktu," ucapnya.
Ia menyoroti pula terpidana yang sudah mengajukan grasi namun bisa mengajukan PK. Itu menjadi perdebatan.
Semestinya kalau sudah grasi, sudah mengaku salah dan minta ampun, tidak ada lagi upaya hukum, tapi "faktanya sekarang kan seperti itu", ujarnya. (Antara)